YULIANA Effendi memang tepat memilih siapa ayahnya. Sebab kalau
bukan pemegang rekor nasional tolak peluru Usman Effendi sendiri
yang meng-. asuhnya, dia tak bakalan punya nama sebesar
sekarang. "Hanya karena ayah saja saya menjadi atlet lempar
cakram," ceritanya kepada wartawan TEMPO, Rudy Novrianto.
Ketika masih aktif bertarung dalam nomor-nomor lempar, Usman
selalu mengajak Yuliana yang baru duduk di kelas 5 SD turut ke
lapangan. Melihat lapangan yang berpagar pohon menghijau dengan
lintasan gravel cokelat menyala, kaki si kecil jadi gatal. Ia
mulai belajar lari dan melompat jauh.
Boleh dikatakan lari dan lompat itu merupakan awal karir
Yuliana. Pada usia 15 tahun barulah Usman Effendi mengarahkan
anak tunggalnya itu menjadi pelempar cakram. "Mula-mula dia
hanya sekadar mencoba-coba, tapi kemudian jadi tertarik," kata
ayah yang berusia 41 tahun itu. Pengarahan itu disadarinya
betul karena postur tubuh Yuliana yang besar tinggi. Satu
syarat mutlak bagi seorang pelempar cakram.
Beruntunglah Usman memiliki Yuliana. Karena untuk mencari
pelempar cakram putri bukanlah mudah. Anak-anak gadis enggan
mencoba bidang ini karena takut tubuhnya akan penuh berotot. Dan
berat jodoh.
Tetapi Yuliana, siswa SMA kelas 2 berusia 17 tahun itu, ternyata
bukanlah seperti yang dikhawatirkan. Sekalipun saban hari
berlatih 2 jam dengan kemungkinan melemparkan cakram yang
berbobot 1 kg itu sampai 100 kali, ia tetaplah gadis yang manis.
Tubuhnya menjulang 170 cm, berat 78 kg.
Untuk mempertahankan daya lemparnya, saban hari an,ak tunggal
itu menghabiskan makanan 4.000 sampai 5.000 kalori di pemusatan
latihan nasional Senayan, Jakarta Di sekolah dia ternyata anak
yang pandai juga. Dia menempati ranking 4 di kelasnya.
Bercita-cita menjadi ahli biologi. "Selagi bisa berprestasi saya
akan berlatih semaksimal mungkin. Tetapi kalau suatu ketika saya
harus menentukan cakram atau sekolah, saya lebih berat memilih
sekolah," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini