DI Jalan Panyumas, dekat Taman Sunda Kelapa, Jakarta, adalah
rumah no. 4 yang paling banyak menerima tamu. Kegiatan dalam
rumah dua tingkat itu hampir menyamai di suatu kedutaan besar.
Tapi secara resmi ia disebut Kamar Dagang Cina.
Para tamu biasa umumnya berurusan di lantai bawah, tempat bagian
visa dan informasi. Pintu terbuka di situ. Tapi tampaknya
terkunci pintu untuk naik tangga ke lantai atas, tempat ketua
dan staf inti Kamar Dagang itu. Ketua Wu Yu-liang berada dalam
ruang yang sederhana, dengan bendera Republik Cina di belakang
meja kerjanya. Dialah wakil pemerintah Taiwan untuk Indonesia.
Taiwan-Indonesia, walaupun tanpa hubungan diplomatik, sudah
belasan tahun menjalin kerjasama dalam tingkat Kamar Dagang.
"Hubungan kedua negara kita makin lama makin meningkat," kata Wu
pada TEMPO pekan lalu. Dia memberikan fakta, misalnya:
Perdagangan. Volumenya yang masih US$191.000 -- kecil sekali --
tahun 1965, telah melonjak ke lebih US$219,4 juta tahun 1973,
dan meningkat terus sampai menjadi lebih US51,6 juta tahun
1979. Ekspor Indonesia ke Taiwan melebihi impornya dari sana
sejak 1977. Dan defisit Taiwan itu tahun 1979 sebanyak hampir
US$54,6 juta.
Indonesia mengekspor ke Taiwan sebagian besar produk hutan (kayu
dan rotan), minyak dan rempah-rempah. Sedang Indonesia mengimpor
dari sana umumnya hasil industri seperti tekstil, mesin,
peralatan listrik dan produk baja. Menampakkan kecenderungannya
sekarang, besar kemungkinan volume perdagangan bilateral ini
akan segera mencapai US$1 milyar.
Investasi. Usaha patungan Taiwan-Indonesia juga berkembang
dalam aneka bidang dari plywood, tekstil ke tambang tembaga.
Jumlah modal investasi sudah mencapai US$110 juta. Sedang
dirintis usaha patungan dalam perikanan dengan modal US$2,5
juta, dengan armada besar yang akan mangkal di Ambon. Taiwan
meneliti kemungkinan partisipasinya dalam pengembangan industri
kecil dan menengah di Indonesia.
Program pertanian. Sejak 1976, misi teknik pertanian Taiwan
ditugaskan di Jawa Timur. Mereka memberi petunjuk pada kaum tani
berbagai cara meningkatkan hasil. Segera program misi ini
diperluas ke Yogyakarta.
Latihan. Sejak 1976, kedua negara terlibat pula dalam kerjasama
teknik. Dalam rangka ini, sekitar 140 pejabat dan teknisi
Indonesia tercatat menempuh latihan di Taiwan akhir tahun lalu
-- sebagian besar dalam bidang pertanian. Selain itu banyak pula
pejabat Indonesia pergi meninjau ke sana.
Kerjasama teknik ini pun kelihatan dalam pelaksanaan proyek
pembangunan jalan raya (di Sumatera) dan irigasi (Jawa,
Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan). Di bidang swasta, banyak
perusahaan di Indonesia, termasuk Indocement mempunyai hubungan
teknik dengan Taiwan.
Bagaimana kalau ada normalisasi hubungan Indonesia RRC? Ketua Wu
bungkam, tanpa komentar. Tapi bisnis Taiwan umumnya dengan
Indonesia dianggapnya tidak akan merosot.
Ucapan Wu Yu-liang itu benar. Baru-baru ini modal dari Taiwan
bahkan sudah bersedia untuk menjangkau ke dalam rencana proyek
raksasa hydrocracker di Dumai. Proyek patungan yang tak dijamin
oleh Bank Indonesia itu, kalau jadi, diperkirakan akan menelan
US$ 800 juta. Dari jumlah itu suatu kelompok swasta Taiwan,
belerjasama dengan pengusaha besar Liem Soei Liong di Jakarta,
akan ambil bagian US$ 200 juta. Selebihnya adalah modal swasta
Spanyol, Austria dan Pertamina sendiri.
Bukan mustahil sayap Taiwan akan semakin melebar di Indonesia.
Pemerintah sendiri, seperti kata Menlu Mochtar, akan terus
membuka pintunya untuk Taiwan, sepanjang itu menyangkut urusan
fulus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini