Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Rujuk Dan Foto Bersama

Imam Munandar mengusulkan 19 anggota DPRD Riau yang tempo hari tidak memilihnya di-recall saja. Padahal mereka sebelumnya sudah rujuk. Kelompok 19 kembali membulatkan tekad. Proses recalling tidak mudah.

22 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUBERNUR Riau Imam Munandar kembali membuat heboh. Pekan lalu, tersiar berita 19 anggota DPRD Riau akan di-recall sebagai buntut "pembangkangan" mereka dalam pemilihan calon gubernur Riau September tahun lalu. Karena tidak puas dengan kebijaksanaan Munandar, waktu itu mereka memberikan suara pada Ismail Suko (19 suara), sehingga Imam Munandar yang hanya memperoleh 17 kalah. Ismail waktu itu merupakan calon pendamping. Padahal, menurut "skenario", Munandar bakal meraih 31 suara. Akibatnya, Riau membuat sejarah baru: untuk pertama kalinya dalam pemilihan calon gubernur, seorang calon yang dijagoi dan direstui, dikalahkan oleh seorang calon pendamping (TEMPO, 14 September 1985). Meski kalah suara, toh Imam Munandar yang akhirnya diangkat Presiden sebagai gubernur Riau untuk masa jabatan kedua kalinya. Munculnya isu recalling itu berawal dari sambutan Imam Munandar, selaku Ketua Dewan Pertimbangan DPD Golkar Riau, pada pembukaan rapat kerja daerah Golkar Riau, 22 Januari silam. Waktu itu Munandar antara lain meminta rakerda untuk "merekomendasikan DPD Golkar Riau menindak anggotanya di DPRD Riau yang melanggar disiplin organisasi". Munandar memang tidak merinci apa pelanggaran disiplin itu. "Tapi bisa dipahami, yang dimaksud adalah tindakan sebagian besar anggota F--KP DPRD Riau yang tidak memberikan suaranya kepada Imam Munandar," kata sebuah sumber TEMPO di DPRD Riau. Saat ini komposisi DPRD Riau terdiri dari 25 kursi untuk F-KP, 8 F-PP, 6 F-ABRI, dan 1 F-PDI. Dari 25 anggota F-KP, yang hadir dalam pemilihan calon gubernur tahun lalu cuma 22 orang, sebab dua orang sedang naik haji, dan seorang lagi meninggal dan belum diganti sampai saat ini. Bisik-bisik di Riau mengatakan, cuma 6 anggota F-KP yang memberikan suaranya pada Munandar, sedang 16 lainnya membelot. Kabarnya, suara 15 anggota F-KP diberikan pada Ismail Suko, satunya lagi pada Abdurahman Hamid, calon pendamping lainnya. Empat suara tambahan buat Ismail diperoleh dari F-PP. Menjelang pemilihan calon gubernur, sebenarnya 19 orang ini melakukan kesepakatan untuk tidak memilih Imam Munandar. "Dan untuk itu, kami bersumpah di atas Alquran," cerita salah satu dari mereka. Setelah Imam Munandar diangkat lagi, kelompok penentang ini cemas, sebab khawatir akan ada "balas dendam". Namun, mereka kemudian lega. Seminggu sebelum dilantik, Imam Munandar menyelenggarakan pertemuan terpisah dengan pimpinan ketiga organisasi sospol yang ada. Dalam pertemuan itu Imam Munandar antara lain mengajak semua pihak bermaaf-maafan dan melupakan masa lalu. "Tampaknya tidak ada masalah lagi, dan sehabis acara pertemuan, kami foto bersama," kata Thamrin Nasution, Ketua F-KP di DPRD Riau pada Monaris Simangunsong dari TEMPO. Dalam acara rujukan itu, Imam Munandar menjanjikan, tidak akan ada recalling pada anggota F-KP yang membelot. Semua saling memaafkan. Tapi, beberapa pekan setelah Imam Munandar dilantik kembali, nada ucapan mulai berbeda. Dalam berbagai sambutannya, Imam Munandar sering menyinggung soal "orang-orang yang tidak seirama, tak bisa bekerja sama, dan tak bisa membantu." Mereka, katanya, "tak perlu ikut dengan saya." Maksud Gubernur, baru jelas terbuka dalam Rakerda Golkar Riau bulan lalu itu. Sikap itu tertuang dalam "Petunjuk Dewan Pertimbangan Golkar Tingkat I Riau", yang ditandatangani oleh Imam Munandar sebagai ketua. Di situ tertulis "Dalam rangka pemantapan konsolidasi organisasi dalam menghadapi pemilu yang akan datang, dan sesuai pula dengan hasil Rakernas Golkar 17 Oktober 1985, sedini mungkin perlu diambil langkah/tindakan korektif terhadap setiap penyimpangan/indisipliner dan perbuatan tidak loyal terhadap garis-garis kebijaksanaan dan ketentuan organisasi". Menurut sumber TEMPO, petunjuk itu diputuskan dalam suatu rapat tertutup, yang anehnya tidak dihadiri oleh seluruh anggota dewan pertimbangan -- antara lain empat anggota F-KP DPR Pusat yang juga hadir dalam rakerda tersebut. Sebuah sumber lain mengungkapkan, dalam pertemuan itu Munandar jelas menyebutkan tindakan yang diingininya: recall. "Itu permintaan Imam Munandar," kata sumber tersebut. Kelompok yang tak senang pada Munandar, yang sebelumnya seakan sudah membubarkan diri, kembali bersatu menghadapi ancaman pencabutan keanggotaan itu. 'Apa pun yang terjadi, kami siap. Kalau di-recall, kami akan pindah ke parpol. Kami punya pengikut, kok," kata seorang di antaranya. Sumber itu menuduh, Munandar cuma menerka jumlah anggota F-KP yang membelot. "Pak Imam mengatakan 19 orang, padahal cuma 15 orang." Ia yakin, tak mungkin Munandar tahu siapa yang "berkhianat". Sebab, setelah semua anggota DPRD Riau dalam pemilihan calon gubernur September 1985 itu memasukkan kertas suara mereka, kotak suara diguncang-guncang oleh Ketua DPRD Riau. Bagaimana dengan empat anggota F-PP yang tidak memberikan suara buat Munandar? Ketua DPW PPP Riau, H. Abdul Kadir Abbas, mengatakan, bisa saja Imam Munandar menggunakan DPP PPP untuk menekan pengurus DPW agar me-recall mereka. "Tapi saya pikir, tidak mudah untuk mencampuri rumah tangga orang," katanya. Tampaknya buat Imam Munandar mengurus rumah tangga sendiri saja sulit. Keinginannya untuk mengganti para anggota F-KP yang membangkang agaknya sukar terlaksana. Menurut Ketua Umum DPP Golkar Sudharmono, proses recalling seseorang dari keanggotaan DPR atau DPRD tidak mudah, dan harus jelas alasan dan prosedurnya. Sebelumnya rencana itu harus diajukan DPD Golkar pada DPRD Tingkat I, yang akan meneruskannya pada Mendagri. Sebelum mengajukan rencana recalling, DPD juga harus berkonsultasi dan meminta persetujuan dari DPP. "Dan sampai sekarang belum ada konsultasi, apalagi persetujuan dari DPP Golkar," kata Sudharmono pekan lalu. Anggota DPP Golkar Anang Adenansi lebih blak-blakan. "Yang indisipliner itu siapa? Kesembilan belas orang itu hanya diam saja, tak ada rasa dendam karena sudah diselesaikan pada 2 Oktober 1985, bertepatan dengan pelantikan Gubernur. 'Kan semua sudah sepakat untuk tidak mengungkit masa lalu. Nah, kini kok diungkit lagi? Jadi, yang melanggar atau bertindak indisipliner itu ya Gubernur yang akan me-recall itu, yang melanggar konsensus agar rujuk itu." Hingga Senin pekan ini, Imam Munandar tampaknya menghindari pers. "Bapak seharian sibuk memimpin rapat," kata seorang stafnya pada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus