Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Beri Ultimatum Empat Ajudan Nurhadi
EMPAT anggota Brigade Mobil Kepolisian RI yang sehari-hari bertugas sebagai ajudan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, Selasa pekan lalu, mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini untuk kedua kalinya mereka tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi Doddy Aryanto Supeno, tersangka pemberi suap kepada Sekretaris Panitera Pengadilan Negeri Edy Nasution.
Dari keempat polisi itu, tiga di antaranya berpangkat brigadir. Mereka adalah Fauzi Hadi Nurgoro, Dwianto Budiawan, dan Ari Kuswanto. Satu orang lagi adalah Inspektur Polisi Dua Andi Yulianto. Menurut pelaksana harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak, keempatnya dalam waktu dekat akan kembali dipanggil. "Panggilan selanjutnya akan disertai dengan penjemputan paksa," katanya Rabu pekan lalu.
Pertengahan Mei lalu, pimpinan KPK mengirimkan surat kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti untuk meminta izin pemeriksaan mereka. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan empat anggota Brimob itu tidak hadir karena pada pertengahan Mei bergabung dengan tim Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, untuk memburu teroris Santoso. "Jadwalnya akan dipelajari supaya mereka bisa kembali ke Jakarta," ujar Boy.
Seorang penegak hukum di KPK mengatakan empat polisi ajudan Nurhadi ini merupakan saksi kunci karena mengetahui kunjungan Doddy Aryanto ke kediaman Nurhadi. Mereka juga diduga memindahkan sejumlah kendaraan sebelum penggeledahan.
Jejak dari Orang Dekat
KOMISI Pemberantasan Korupsi menduga sejumlah orang dekat Nurhadi mengetahui praktek mafia perkara di Mahkamah Agung. Inilah mereka dan dugaan keterlibatannya.
1. Tin Zuraida (Istri)
Jabatan: Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan Mahkamah Agung
Peran: Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, terdapat sejumlah transaksi mencurigakan di rekening milik Tin Zuraida. Dari dokumen yang diperoleh Tempo, transaksi itu diduga berkaitan dengan Nurhadi.
Status: Saksi
2. Royani (Sopir)
Jabatan: Anggota staf Kepaniteraan pada Panitera Muda Pidana Khusus. Dipecat pada Mei lalu.
Peran: Diduga mengetahui praktek suap dalam penanganan perkara kasasi yang melibatkan Nurhadi.
Status: Saksi, dua kali mangkir dari panggilan KPK.
3. Eddy Sindoro (Teman)
Jabatan: Chairman PT Paramount Enterprise International yang juga bekas petinggi Grup Lippo.
Peran: Diduga terlibat dalam mengatur suap dan pernah bertemu dengan Nurhadi.
Status: Saksi, dicegah ke luar negeri.
DPR Bahas 10 Rancangan Undang-undang Baru
DEWAN Perwakilan Rakyat dan pemerintah bersepakat menambah 10 rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional 2016. Kedua pihak menyodorkan masing-masing rancangan baru. "Dalam waktu dekat akan dilakukan rapat pleno untuk membahasnya," kata Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagio, Selasa pekan lalu.
Lima undang-undang baru inisiatif Dewan meliputi RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Kelapa Sawit, RUU Bank Indonesia, dan RUU Otoritas Jasa Keuangan. Adapun pemerintah mengusulkan RUU tentang Bea Meterai, RUU Badan Pemeriksa Keuangan, RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Narkotika dan Psikotropika, serta RUU Palang Merah. DPR baru mengesahkan lima undang-undang dari 40 daftar rancangan yang ada di Program Legislasi Nasional 2016.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, tambahan usul pemerintah karena ada aturan baru yang perlu segera dibahas. "Perlu ada perubahan Prolegnas dengan memperbaiki isi dan kualitas," ujarnya.
Kementerian Pertahanan Segera Bentuk Badan Intelijen
KEMENTERIAN Pertahanan berencana membentuk badan intelijen sendiri untuk keperluan pembuatan kebijakan. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya Widodo mengatakan badan intelijen diperlukan untuk mengidentifikasi sumber daya dalam negeri buat kepentingan pertahanan. "Kami butuh input data komprehensif," kata Widodo, Kamis pekan lalu.
Menurut Widodo, potensi pendukung pertahanan terdiri atas pangan, energi, dan industri maritim. Dia menuturkan, selain itu potensi pertahanan di daerah yang bisa digunakan sebagai komponen pendukung dan cadangan jika negara dalam kondisi darurat.
Usul ini dikritik Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin. Menurut dia, rencana ini bertentangan dengan undang-undang. "Kalau mau bikin (badan intelijen), ubah dulu undang-undangnya," ujarnya.
Bupati Rokan Hulu Ditahan
KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan Bupati Rokan Hulu, Riau, Suparman, di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu. Suparman menjadi tersangka karena diduga menerima suap terkait dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Riau 2014. "Ditahan 20 hari ke depan," kata pelaksana harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak.
Selain melibatkan Suparman, perkara ini menyeret Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau 2009-2014 Johar Firdaus sebagai tersangka. Mereka terjerat setelah KPK mengembangkan kasus mantan Gubernur Riau Annas Maamun dan mantan anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjauhari. Keduanya divonis sebagai pemberi dan penerima suap dalam pembahasan anggaran perubahan. Suparman mengaku pasrah atas penahanan oleh KPK. "Saya taat hukum dan tidak mau mencari kambing hitam," ujarnya.
Perwira TNI Mengedarkan Uang Palsu
TIM Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menangkap Kolonel Agus Listyowarno, pejabat Kementerian Pertahanan, saat sedang mengedarkan uang palsu di sekitar Rumah Sakit UKI, Cawang, Jakarta Timur, Selasa pekan lalu. Barang bukti yang disita berupa uang palsu pecahan Rp 100 ribu sebanyak 3.000 lembar. "Yang bersangkutan sedang diperiksa dan nanti akan dibawa ke Pomdam (Polisi Militer Kodam)," ujar Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Brigadir Jenderal Sabrar Fadhilah.
Agus ditangkap bersama dua orang sipil. Sabrar mengaku masih belum mengetahui modus dan cara kerja komplotan tersebut. Kementerian Pertahanan menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus ini kepada aparat penegak hukum. "Kita tunggu prosesnya. Kita tidak bisa mendahului prosesnya," kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Timbul Siahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo