RHOMA Irama telah siap dengan kaset volume 8. Namanya: Hak
Azasi. Pada muka satu terdapat 8 buah lagu Rhoma yang berjudul:
Hak Azasi, Cape, Buta, Mati Aku, Ingkar, Percuma, Kuraca, Ada
Udang Di Balik Batu. Kaset dengan label Yukawi ini telah sempat
beredar luas. Tetapi baru hendak naik ke layar TV dalam siaran
'Mana Suka' yang biasanya didominir lagu-lagu perusahaan kaset
Remaco, datang celaka. "Dilarang."
Rhoma, yang dulu bernama Oma, sebelumnya pernah berurusan dengan
TVRI gara-gara lagu Rupiah. Lagu tersebut, dilarang lewat TV,
sampai sekarang nasibnya tetap terkatung-katung. Barangkali itu
sebabnya raja dangdut yang pada masa kampanye pemilihan umum
berpihak pada PPP tiba-tiba hadir pada kelompok seniman yang
memprotes pelarangan film Wasdri. "Wasdri ini tepat," ujar
Rhoma. "Misinya sama dengan apa yang saya alami bersama lagu
dang-dut saya. Ada persamaan motif antara saya dengan
kawan-kawan ini. Kebebasan berkreasi saya sudah lama diperkosa."
Beatles
Sebagai musikus dang-dut, Rhoma telah membuat beberapa langkah
yang pantas dicatat. Ia merubah komposisi instrumen orkes
dang-dut sehingga watak dang-dutnya menjadi ngepop. Ia cenderung
pada musik rock dan musik-musik keras yang memakai latar
belakang paduan vokal yang melengking dan lantang. Dapat
dimengerti, mengingat Rhoma pernah mengikuti hand yang
menyanyikan lagu-lagu Beatles. Sernentara dalam penulisan lirik,
haji ini berusaha menyuarakan da'wah di samping memuaskan para
dang-dutwan yang ingin mendengarkan lagu-lagu emosionil,
sentimentil dan remuk redam.
Surat larangan Kepala Bagian Perencanaan Musik TV untuk lagu
Rhoma, ditanda-tangani Johny Herman dengan tanggal 30 Nopember.
Di sana disebut bahwa lagu-lagu Hak Azasi, Cape, Udang di Balik
Batu, dilarang nongol di TV sekalipun dalam bentuk pesan
sponsor. Rhoma tidak dapat menemukan apa alasan sebenarnya
pelarangan tersebut. "Dang-dut kedudukannya sama dengan pop,
keroncong ataupun klasik," kata Rhoma. "Penggemar dang-dut bukan
ratusan, tapi puluhln juta, sebagian besar rakyat kecil. Kalau
dang-dut dilarang terang itu menghambat kebudayaan. Mereka
mengatakan dang-dut itu bukan kebudayaan Indonesia!"
Padahal ketiga jugu yang menderita tersebut, sebagaimana
lagu-lagu Rhoma sebelumnya, memiliki kans untuk populer.
Lirik-liriknya memang memberi peluang untuk berasosiasi, dan ini
sudah merupakan kekayaan yang khas dari lirik dang-dut,
sebagaimana lirik-lirik lagu Betawi misalnya. Kadang-kadang bisa
menyeleweng atau kotor, bisa juga sebaliknya. Musik yang
dikerjakan Rhoma kompak. Terutama untuk lagu Hak Asasi. Rhoma
menjiwai lagu-lagu itu sehingga liriknya yang begitu ambisius
mau berda'wah (dalam arti menyampaikan pesan) masih dapat
diterima sebagai lagu.
Demokrasi Pancasila
Kita kutipkan di sini lirik tlak Asasi lengkap (sengaja kami
tulis azasi atau azazi dengan asasi, sebab itulah yang benar):
Hormati hak asasi manusia
karena itu Fitrah manusia
kita semua bebas memilih
jalan hidup yang disukai
Tuhan pun tidak memaksakan
apa yang hambaNya lakukan
*
Terapkan Demokrasi Pancasila
sebagai landasan negara kita
janganlah suka memperkosa
kebebasan warganegara
karena itu bertentangan
dengan perikemanusiaan
*
Kebehasan beragama (itu hak asasi)
kebebasan berbicara (itu hak asasi)
kita hebas untuk melakukan segala-galanya
*
asal saja tidak bertentangan dengan Pancasila
Kebebasan berusaha (itu hak asasi)
kebebasan 'tuk berkarya (itu hak asasi)
kita bebas untuk melakukan segala-galanya
asal saja tidak bertentangan dengan Pancasila
*
Lagu Cape, dalam pada itu mengumandangkan: "Sungguh kami sudah
tidak tahan lagi/Tidak tahan lagi/Seluruh tubuh sudah letih
sekali/Letih sekali." Lagu ini dinyanyikan dengan suara agak
manja bersama Rita S. Juga dengan Rita dinyanyikan: Ada Udang di
Balik Batu yang antara lain kedengaran memberi sindiran: "Kalau
memang kau mau menolong/Tuluskan hatimu/Percuma aja engkau
menolong/Kalau ada maumu."
Apa lirik lagu-lagu itu dirasa bisa "mengganggu stabilitas"? Apa
lagu seperti Rupiah, yang isinya memang sikap serakah dan mata
duitan, atau lagu hak asasi itu, atau film Wasdri, menimbulkan
ketakutan pada yang melarang, karena "merasa"? Ataukah hanya
karena adanya persaingan antara perusahaan-perusahaan Remaco
dan Yukawi seperti yang terkesankan kalau kita membaca berita
dalam Pos Film edisi 11 Deember? Di sana disebut: TV minta
Rhoma mengganti suara gendang dengan drum. Sudah dipenuhi.
Bahkan untuk itu Rhoma sudah mengeluarkan biaya 1 juta - toh
tetap dilarang. "Persaingan PT Remaco dengan Yukawi justru
terletak karena Yukawi memiliki kekuatan dang-dutnya," demikian
Pos Film. Aneh. Atau tidak?
"Ini jelas pengekangan kreativitas!", damprat Rhoma kembali.
"Kalau dangdut bukan kebudayaan Indonesia, apa alat drum itu
kebudayaan Indonesia? Saya tidak mau didikte, profesi saya
jelas-jelas di dang-dut, bukan di jenis lagu lain !"
Dari seorang bernama Denny Sabri yang pernah menjahat manager di
Jaekson Record datang kabar yang sama. Kaset kedua Farid Bani
Adam, yang pernah meledak dengan lagu Karmil itu berisi sebuah
lagu bernama Cenderang Perang. Liriknya antara lain menyebutkan:
"Perang dunia telah berulang kali/Di Timur Tengah pun kini
sedang terjadi/Di Irlandia sejak dulu berperang/Philipina pun
kini tengah berperang/Dan di Vietnam, di Rhodesia, di Kamboja,
di Malaysia/Berperang...." Lagu tersebut juga celaka. Tidak
diperkenankan memasuki siaran 'Mana Suka' TVRI. Pihak sana
beranggapan: di daerah-daerah yang disebut itu sekarang tidak
ada perang. Ini ngomong apa pula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini