Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuhan! Tuhan kaum Israel! Dengarkanlah doa anak-anakMu Kami yang berlutut di hadapanMu!
Kasihanilah kami HambaMu yang sengsara ini! Redakanlah murkaMu karena kami begitu sengsara!
Kor itu membahana bagai sebuah ratapan liris. Iringan musik yang mengalun dalam nada-nada kromatik kian mempertegas aksen kepedihan. Syahdan, nun di tanah Pa-lestina, ratusan kaum Yahudi tak berdaya menghadapi kekejaman pe-nguasa. Mereka patah arang, gamang mencari jalan agar lepas dari cengkeraman para tiran.
Lalu, muncullah Samson. Tokoh pen-dekar legendaris Yahudi kuno yang perkasa itu datang menantang penguasa penyembah Dewa Dagon. Ia berha-sil melumpuhkan pasukan kuil Dagon -dan membebaskan ratusan rakyat yang nyaris kehilangan harapan itu.
Namun, keperkasaan Samson itu lunglai dalam pelukan Delilah, pendeta perempuan dari kuil Dagon. Delilah, yang memang diutus untuk menaklukkan Samson, berhasil me-nguak rahasia kekuatan sang pende-kar. Samson yang sudah tak berdaya itu dijebloskan ke penjara Gaza. Ia kemudian dibawa ke kuil Dagon, yang tengah menggelar pesta. Di kuil itulah Samson dipermalukan oleh Delilah dan penduduk penyembah Dagon.
Ahad dua pekan lalu, kisah kaum Yahudi berabad silam itu hadir di Jakarta dalam bentuk opera. Bertajuk Samson et Dalila, pentas drama musik karya komponis Prancis, Camille Saint-Saens, itu digelar di Nusa Indah Theater, Balai Kartini. Boleh dibilang, pentas kolaborasi Jakarta Chamber Orchestra dan Batavia Madrigal Singers itu menjadi pergelaran pertama opera tiga babak itu di Indonesia.
Pada babak pertama, Samson et Dalila mengalir dalam nuansa musik era Barok yang kental. Karakternya terasa sangat terpengaruh oleh oratorio-oratorio gubahan Johann Sebastian Bach. Seperti kita ketahui, awalnya Saint-Saens menciptakan opera itu memang sebagai oratorio. Ini me-rupakan drama musik dengan komposisi untuk solois. Tapi penulis libretto-nya (lirik untuk opera), Ferdinand Lemaire, meyakinkan Saint-Saens tentang potensi teatrikal karya itu. Terlebih lagi Franz Liszt menawarkan untuk memproduksinya di Weimar, Jerman, tempat pianis itu menjadi -direktur musik.
Saint-Saens menciptakan opera itu berdasarkan kisah dalam Kitab Perjanjian Lama. Komponis kelahiran Paris, 9 Oktober 1835, itu memang sangat berminat pada musik dan liturgi Yahudi kuno. Pentas perdana Samson et Dalila digelar di Grossherzogliches (Grand Ducal) Theater, Weimar, Jerman, pada 2 Desember 1877. Saat itu pemeran Samson adalah penyanyi tenor Franz Ferenzy. Sedangkan De-lilah diperankan oleh Auguste von Muller yang bersuara mezzo-soprano.
Sejak pentas perdana, opera berlatar Palestina tahun 1150 sebelum Masehi itu memiliki pakem yang ba-ku. Pe-meran Samson-nya bersuara tenor, dan Delilah mezzo-soprano. Boleh dibilang, pakem itu cukup menarik. Biasanya sosok pria perkasa dan jantan itu berkarakter suara bariton atau bas. Tapi, di tangan Saint-Saens, Samson yang perkasa itu melengking dengan vokal tenor.
Begitu pula dengan sosok Delilah. Biasanya karakter tipe perayu dan penggoda itu bersuara renyah dan cenderung ringan. Tapi, dalam opera itu, tokoh Delilah sang perayu muncul dengan suara berat, mezzosoprano. Karakter vokalnya itu lebih cende-rung mewakili kekelaman, bukan keceriaan. Lewat opera itu, Saint-Saens seakan meruntuhkan stereo-tipe yang melekat selama ini.
Toh, malam itu kedua pemeran- uta-ma opera itu cukup cemerlang meme-rankan tokohnya masingma-sing. Sam-son, diperankan Farman Pur-na-ma-, dan Delilah (Yosefin Emilia) luma-yan berhasil membawakan karakter- suara-nya—setidaknya, mendekati tun-tutan pakem yang digariskan opera itu.
Yang tak kalah menarik adalah nuansa musik saat opera itu memasuki babak ketiga. Komposisi musiknya kental dengan nuansa irama Timur Tengah. Terutama saat mengiringi ti-ga penari yang menari bareng De-lilah. Gesekan violin dan cello lincah, ditingkahi tiupan flute yang meliuk-liuk mengalir ritmis mengiringi para penari yang menggeliatkan tubuh.
Ya, musik yang mengalir ritmis mengiringi tarian menggairahkan itu mengingatkan kita pada tarian perut khas Timur Tengah.
Nurdin Kalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo