Ditunjuk ’Pemimpin Besar Revolusi’
SEJAK di sekolah menengah pertama di Jalan Prapatan, Jakarta Pusat, saya sudah bisa menulis resensi musik dan film. Guru saya memuji tulisan itu. Dia meminta saya mengirimkannya ke surat kabar, tapi saya tidak pernah melakukannya—entah kenapa.
Persinggungan saya dengan dunia pers dimulai ketika saya bekerja di harian Berita Indonesia pada 1946. Ketika Jepang kalah oleh Sekutu, mereka diberi tugas tetap memelihara keamanan dan ketertiban. Pula
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini