Tragedi Seorang Penyair
WIJI Thukul tak pernah kembali. Lelaki cadel itu—ia tak pernah bisa melafalkan huruf "r" dengan sempurna—dianggap membahayakan Orde Baru. Ia "cacat" wicara, tapi ia dianggap berbahaya.
Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Tapi, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut.
Selebaran, poster, s
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini