Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SINYAL itu bersimpangan selama 100 hari usia pemerintahan. Ada isyarat menggerakkan berbagai proyek besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menekan tingkat pengangguran. Ada gebrakan memberantas penyelundupan, upaya menjaring lebih banyak pendapatan dari pajak.
Terbit keyakinan akan hadirnya penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Tapi mencuat juga kekhawatiran tentang transparansi: terlibatnya perusahaan-perusahaan milik keluarga pejabat negara dalam aneka proyek yang disponsori pemerintah.
Masih di Awang-awang
1. Menekan jumlah pengangguran dari 10,1 persen dari total populasi (21,8 juta jiwa) menjadi 5,1 persen (10,5 juta jiwa).
Janji:"Sementara itu, negara yang sejahtera diindikasikan dengan kehidupan sehari-hari makin baik, yakni daya beli meningkat, angka pengangguran turun, serta pendidikan dan kesehatan yang makin berkualitas." (SBY saat kampanye di Stadion 10 November, Surabaya, 26 Juni 2004)
Janji: "Dengan tingkat pertumbuhan 6,6 persen selama lima tahun, kita akan mampu mengurangi angka pengangguran dari 10,1 persen pada 2003 menjadi 5,1 persen di tahun 2009. Selanjutnya, angka kemiskinan dari 17,4 persen pada 2003 juga akan terkurangi menjadi 8,2 persen pada 2009, serta meningkatkan pendapatan per kapita dari US$ 968 menjadi US$ 1.731 pada 2009." (SBY di Trust, 25 Oktober 2004)
Realisasi: Pemerintah bersama Kadin Indonesia menggelar Indonesian Infrastructure Summit di Hotel Shangri-La, Jakarta, 17-18 Januari lalu. Di sana pemerintah menawarkan 91 proyek infrastruktur kepada investor swasta nasional dan asing. Nilainya Rp 202 triliun dan diharapkan realisasinya mampu menciptakan lapangan kerja baru 600 ribu per tahun.
Komentar: Menciptakan 600 ribu lapangan kerja untuk setiap tambahan satu persen pertumbuhan ekonomi bukan pekerjaan mudah. Sekarang saja, untuk menciptakan 250 ribu pekerjaan per satu persen pertumbuhan, pemerintah sudah kelimpungan. Bagaimana cara dan upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak itu? Apa mau diarahkan mengisi sektor informal sebagai pedagang kaki lima atau asongan, yang tidak perlu izin usaha dan membayar pajak karena prinsip asal bekerja saja? Cuma, kalau mau mengembangkan sektor informal, semua lapangan terbuka akan dijejali pedagang dan justru makin sulit ditertibkan. (Pengamat ekonomi Faisal Basri, Kompas, 8 November 2004)
2. Membuat APBN yang mendukung penciptaan lapangan kerja.
Janji: "Pertama, meninjau kembali APBN 2005. Ini sangat penting karena program kerja bisa berjalan kalau didukung kondisi keuangan yang baik." (Wawancara SBY di Tempo, 19 September 2004)
Realisasi: Menteri Keuangan Yusuf Anwar menyatakan, pemerintah merevisi asumsi ekonomi makro APBN 2005. Target pertumbuhan ekonomi yang semula 5,4 persen dinaikkan menjadi 5,5 persen. (Menteri Keuangan di Komisi Keuangan DPR RI, 9 Desember 2004)
Komentar: Dengan hanya mengubah target pertumbuhan 0,1 persen, secara umum, berdasarkan hitungan para ekonom, lapangan kerja hanya akan bertambah 25 ribu-40 ribu.
3. Penurunan angka kemiskinan dari 17,4 persen menjadi 8,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Janji: "Nanti akan ada organisasi yang saya pimpin langsung untuk pemberantasan korupsi. Demikian juga masalah kesejahteraan rakyat. Pengurangan kemiskinan pun sangat mendesak. Akan ada suatu dewan atau tim yang juga saya pimpin langsung untuk menanganinya." (Wawancara SBY di Tempo, 19 September 2004)
Realisasi: Belum ada langkah konkret untuk mengurangi jumlah kemiskinan.
4. Kebijakan yang pro-pengusaha pribumi skala usaha kecil menengah (UKM).
Janji: "Saya akan membedakan perlakuan terhadap para pengusaha berdasarkan kelompok. Para pengusaha dari kelompok UKM akan diperlakukan lebih baik ketimbang pengusaha kelompok besar. Hal seperti ini pernah diatur dalam Keppres No. 16/1994 tentang Pelaksanaan APBN. Pemberian bunga 30 persen bagi pengusaha kecil dan 15 persen bagi pengusaha besar adalah tidak adil. Kalau Malaysia menerapkan ras, kita harus menerapkan berdasarkan kelompok." (Jusuf Kalla kepada Trust, 18 Oktober 2004)
Janji: "Yang penting jangan ada konglomerasi, sementara yang lain sangat miskin." (Sofyan Djalil, anggota tim kampanye SBY-JK, Kontan, 27 September 2004)
Realisasi: Kredit untuk UKM memang meningkat mulai September 2004, dan pada Oktober 2004 posisi kredit untuk usaha kecil sudah mencapai di atas Rp 82 triliun dari sebelumnya yang berada pada kisaran Rp 70-an triliun. (Data Bank Indonesia)
Komentar: Jika pemerintah hanya melonggarkan penyaluran kredit kepada UKM tetapi tidak membenahi struktural birokrasi untuk memudahkan UKM mengurus izin usaha, dan tanpa membuka pasar, produk UKM dipastikan tidak mampu bersaing baik di pasar lokal maupun internasional. (Aviliani dari Indef, Kompas, 9 September 2004)
5. Menekan subsidi BBM dengan cara menaikkan harga jual di dalam negeri, menyusul meroketnya harga minyak mentah dunia sejak Mei 2004.
Janji: "Saya akan mengkaji kenaikan BBM, apakah harus dinaikkan atau tidak. Saya memprediksi harga minyak dunia akan turun dalam waktu empat bulan mendatang. Tetapi subsidi tetap akan kita salurkan. Dan akan diusahakan agar kenaikan BBM tidak memberatkan rakyat." (SBY di hadapan para pengusaha di Hotel Intercontinental, Jakarta, 8 Oktober 2004)
Realisasi: Hingga 100 hari umur pemerintahannya, Presiden Yudhoyono belum berani menaikkan harga BBM. Bahkan ada kabar waktu kenaikan mundur menjadi Maret. Memang pemerintah saat ini sudah mempunyai tujuh opsi kenaikan harga lima jenis BBM yang masih disubsidi. Sementara itu, sosialisasi kenaikan terus dilakukan.
Komentar: Jika alasan kenaikan tersebut dijelaskan terbuka, rakyat bisa memahami dan tidak akan bergejolak. (Tim ekonomi SBY-JK, Irsan Tandjung, Kontan, 27 September 2004)
Komentar: Kalau saya pribadi, tidak tepat dilaksanakan Januari. Kan 100 hari di bulan Januari. Masa, 100 hari kita menaikkan harga minyak? Secara psikologis tidak mungkin. Lalu kapan? Nantilah kita kaji dengan melihat pro-kontra, serta segi-segi multiplier penyesuaian itu. (Menteri Keuangan Yusuf Anwar kepada Tempo, 5 November 2004)
6. Penjadwalan kembali utang luar negeri dan bunganya sekitar Rp 100 triliun per tahun.
Janji: "SBY berniat melobi langsung negara-negara donor secara bilateral dengan harapan bisa memperoleh keringanan pembayaran baik bunga maupun pokok. Syukur-syukur para donor bersedia menghapus utang." (Irsan Tandjung, anggota tim ekonomi SBY-JK, Kontan, 27 September 2004)
Realisasi: Indonesia baru memperoleh perpanjangan masa pembayaran utang senilai US$ 350 juta. Jumlah ini bisa meningkat jika kajian Bank Dunia mengenai kerusakan dan dana yang dibutuhkan untuk membangun kembali Aceh sudah selesai. Namun, harus diingat bahwa perpanjangan pembayaran utang ini terkait dengan bencana alam di Aceh dan bukan inisiatif pemerintah dalam kerangka mengurangi beban utang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo