maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Si Kalung Besi, Nasibmu Kini

SEJAK Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele meresmikan pembangunan jalur pertama kereta api di Hindia Belanda pada 1864, jaringan sepur terus tumbuh hingga 7.000 kilometer. Di masa kolonial, bisnis kereta api tumbuh secara masif. Ekonomi rakyat menggeliat sejak rel dibangun. Kebiasaan masyarakat ikut berubah mengikuti hilir-mudik lokomotif. Peran rel kereta api—yang diramal Jayabaya tujuh abad sebelumnya dengan metafora kalung besi—perlahan surut seiring dengan keberpihakan pemerintah Indonesia pada infrastruktur jalan raya. Satu yang tetap hidup ialah narasi kehidupan masyarakat di sisi-sisi lintasan. Kini, Presiden Joko Widodo hendak mengaktifkan jalur mati dan membangun rel baru. Memperingati 150 tahun kehadiran kereta api di Indonesia, Tempo melakukan napak tilas di jalur-jalur mati dan rel baru yang dibangun sepeninggal Hindia Belanda.

arsip tempo : 173078055854.

. tempo : 173078055854.

TUJUH abad sebelum kehadiran kereta api di Nusantara, ramalan Jayabaya telah mendahuluinya. Raja Kediri yang berkuasa pada 1135-1157 itu sempat menenung demikian: Yen wis ana kreta tanpa jaran, tlatah Jawa bakal kalungan wesi-jika sudah ada kereta tanpa kuda, Jawa akan berkalung besi.

Adalah Kolonel Carel van der Wijck, perwira Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), yang membuat nujum raja bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya itu perlaha

...

Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.

Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini

PILIHAN TERBAIK

Rp 54.945/Bulan

Aktif langsung 12 bulan, Rp 659.340

  • *Anda hemat -Rp 102.000
  • *Dijamin update hingga 52 edisi Majalah Tempo

Rp 64.380/Bulan

Aktif setiap bulan, batalkan kapan saja

  • *GRATIS untuk bulan pertama jika menggunakan Kartu Kredit

Lihat Paket Lainnya

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 3 November 2024

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan