DUA penembak jitu, dari resimen pelopor kepolisian, telah
ditempatkan dekat sebuah rumah penduduk di daerah Pademangan,
Jakarta. Yang diincar adalah lengan seseorang bernama Toos, yang
sedang mengamangkan goloknya tepat di leher seseorang lain
bernama Ginting. Ini bukan kisah penyanderaan model teroris
internasional. Toos memang mengancam jiwa Ginting, malam tanggal
28 Maret lalu, dan menjadikannya sandera untuk menuntut sesuatu.
Dari polisi dan pengusaha bis kota Saudaranta, Toos menuntut
agar pelaku penganiayaan terhadap anaknya - di kandang (pool)
bis Saudaranta -- segera diserahkan kepadanya. Drama kecil itu,
namun cukup menegangkan, untungnya berakhir dengan aman. Toos,
malam itu juga, akhirnya mau membebaskan sanderanya setelah
dibujuk beberapa orang perwira polisi.
Dino, anak Toos, petang hari itu pulang sekolah dengan lebih
kurang 10 orang pelajar belasan tahun lainnya. Mereka biasa naik
bis kota trayek Lapangan Banteng - Pademangan. Tak ada perlakuan
istimewa bagi anak sekolah-begitu aturannya. Tapi, biasanya,
para kondektur bis kota tak begitu cerewet. Kurang-kurang
sedikit dari harga karcis yang cuma Rp 30, para pelajar biasanya
tak dilarang menumpang kendaraan umum itu. Namun sore itu
kelihatannya, Dino dkk tak mau membayar sama sekali. Kondektur
Saudaranta, yang bertugas di bis nomor 68, tentu saja marah.
Dino kebetulan yang kena pegang tangan petugas Saudaranta ini -
dan langsung di bawa ke kandang.
Tinggal Toos, ayah Dino, yang kelabakan menunggu kedatangan
anaknya dari sekolah -- hingga jam 9 malam. Toos mencari
keterangan ke sana ke mari. Sehingga akhirnya tahu, bahwa Dino
sedang 'dikerjakan' oleh orang Saudaranta.
Betul saja. Dino pulang malam itudengan tampang menyedihkan. Ia
ercerita kepada keluarganya: di kandang Saudaranta ia dianiaya
oleh beberapa orang. Ada yang memukulinya, ada yang menyundut
bibirnya dengan api rokok dan ada yang menusuki punggung dan
pantatnya dengan sesuatu benda yang rasanya tajam. Sang ayah,
begitu dengar kisah anaknya, tentu saja kontan hendak membuat
perhitungan. Ia segera mengerahkan beberapa orang kenalan untuk
bertindak bersarna-sama.
Dengan pikap pinjaman dikejarlah sebuah bis Saudaranta bernomor
kode 59 -- padanal yang dicari sebenarnya yang bernomor 68. Bis
ini dikendarai Ginting, dibantu kondektur Parlin. Bis distop di
tengah jalan. Toos dkk naik dan langsung mengancam sopir dengan
golok terhunus. Kepada penumpang lain Toos berseru: "Jangan
takut. Saya bukan penodong atau perampok. Saya hanya berurusan
dengan sopir. Penumpang boleh turun!" Kendaraan dipinggirkan,
lalu Toos menggiring Ginting dan Parlin ke rumahnya di
Pademangan.
Ginting harus tinggal di sana sebagai sandera. Sementara Parlin
dilepaskan kembali ke kandang sebagai utusan yang membawa pesan
Toos: serahkan pelaku penganiayaan atas Dino.
Sementara Toos menyandera Ginting, suasana kampung kecil di
Pademangan jadi tegang. Penduduk, yang menyaksikan kenekatan
tetangganya, jadi ikut-ikutan gelisah. Mereka segera
melaporkannya ke pos polisi terdekat. Tapi polisi, yang dibantu
pimpinan kampung di sana, tak berani mendekati Toos yang kian
merapatkan golok ke leher Ginting. Toos mengancam: "Siapa saja,
termasuk polisi sekalipun, tak ada yang boleh bertindak". Kepada
Ginting ia malah berkata: "Biar polisi meledakkan granat kita
akan mati bersama. Biar kau merasakan sendiri, bagaimana
sakitnya dipukul dan dikeroyok". Berkata begitu, tangan Toos
menunjuk tubuh Dino yang terbaring di balai-balai. Kesakitan.
Toos agaknya sudah benar-benar gelap mata. Sekali ia memukul
wajah Ginting. Kalau isteri Toos tidak mencegah - dengan
mengingatkan bahwa Ginting ini hanya sebagai sandera saja
statusnya - mungkin keadaan Ginting bisa lebih runyam. Lalu
sandera disuguhi kopi dan makan malam, berkat kebijaksanaan
nyonya penyandera.
Polisi hampir saja bertindak keras. Dua penembak jitu dari
Menpor sudah siap membidik lengan Toos yang bergolok. Namun dua
orang polisi lain satu di antaranya teman semarga Toos
(sama-sama dari Maluku) - berhasil mendekati dan membujuk
penyandera. Toos mau melepaskan sanderanya, karena polisi yang
membujuknya membohonginya: pelaku penganiayaan Dino sudah
ditahan polisi.
Drama kecil itu berakhir sekitar jam 2 pagi. Polisi yang
dihubungi TEMPO belum menjelaskan akhir peristiwa ini: adakah
pelaku penganiayaan terhadap Dino sudah ditindak. Dan apakah
penyandera, Toos, lepas dari tuduhan berbuat kejahatan karena
menyandera Ginting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini