Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sungai, sumur, es bun-bun

Denpasar diserang muntaber, penyebabnya air sungai badung dan es bun-bun. semenjak serangan muntaber, disiplin warga kota mulai tumbuh. (kt)

14 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOTA Denpasar baru saja dilanda muntaber. Hampir 1.000 orang penduduk terpaksa dirawat di rumah sakit, 10 di antaranya meninggal. Rumah sakit Umum Wangaya, yang menampung korban, sempat kewalahan. Penderita terpaksa ditempatkan di lorong-lorong gudang dan bekas dapur rumah sakit. Untunglah keadaan buruk itu, pekan lalu sudah berangsur pulih. Hanya 90 orang yang masih tinggal di rumah sakit. Menteri Kesehatan menilai muntaber itu bukan wabah. "Hanya kejadian luar biasa," kata Menteri Suwardjono Suryaningrat di Jakarta pekan lalu. Penyakit yang untuk pertama kali melanda kota administratif Denpasar dengan cara luar biasa ini, sempat membuat geger penduduk. Apalagi turis-turis asing yang belum apa-apa sudah ngeri mendengar penyakit itu. Beberapa rombongan wisata dari Jepang dan Amerika, membatalkan kunjungan ke Bali. "Hari ini saja, saya terima pembatalan 5 rombongan dari Jepang," kata Nyonya Sari Buda, Asisten Eksekutif, biro perjalanan Natrabu di Denpasar, Rabu pekan lalu. Penyebab muntaber itu segera diusut yang berwenang. Tuduhan pertama jatuh ke Sungai Badung yang mengalir di tengah kota. Air sungai ini memang kotor. Penduduk mandi dan mencuci makanan di situ. Padahal di barat RSU Wangaya -- tempat penderita dirawat -- terdapat pembuangan sampah, persis di pinggir Sungai Badung. Dengan sendirinya sampah-sampah ikut hanyut bersama air sungai. Apalagi kalau hujan turun. Sehingga diduga kuat, bibit muntaber membiak di sana -- terutama karena sebagian penduduk yang kena wabah bertempat tinggal di pinggir sungai. Ketika penyelidikan terhadap sungai belum tuntas, kecurigaan yang lebih berat jatuh ke es bun-bun. Karena banyak anak sekolah yang kena penyakit itu mengaku sakit perut setelah minum es itu. Produsennya Wito Wiyono segera diselidiki. Sebotol air yang diambil dari sumur di rumahnya, langsung diperiksa di laboratorium. Hasilnya, "positif mengandung bibit kolera," kata Semendra, pejabat P3M Dinas Kesehatan (Dikes), Bali. Wito Wiyono mengakui sejak 21 Februari ia mengambil air sumur yang terletak hanya 10 meter dari got depan rumahnya untuk membuat es. Sebab air dari sumur pompa yang selama ini digunakan beberapa pekan sebelumnya rusak. Pulang ke Sala Justru pada hari yang sama wabah muntaber mulai melanda Denpasar. Tetapi Wito tidak percaya bibit kolera berasal dari sumurnya. "Kalau mengandung bibit kolera, kenapa anak saya tidak sakit," alasannya. Akibat kampanye Jawatan Penerangan (Japen) setempat yang menyebarluaskan bahwa penyebab kolera itu berasal dari es bun bun, orang tidak mau lagi membeli es bun-bun. "Kami tidak bisa mencari makan lagi," ujar Wito sedih. Sebanyak 130 anak penjaja es yang ia datangkan dari Sala, terpaksa pulang kampung. Apa pun sebenarnya penyebab wabah muntaber itu, yang jelas selama ini Kota Denpasar memang jorok. Warga kota mempunyai kebiasaan membuang sampah di got-got. Ketika musim hujan tiba, got-got tersumbat, dan air busuk menggenangi jalan raya. Bau tak sedap akhirnya tercium ke mana-mana, dibawa angin dan serangga. Kurangnya disiplin warga kota, diakui juga oleh Walikota Denpasar, Drs. I Gusti Ngurah Wardhana. Menurutnya, penerangan soal disiplin sudah dilakukan pemerintah sejak tahun '79. Tetapi hasilnya belum memuaskan. "Anjuran memasak air saja sulit diterima," ujar Walikota. Walikota juga menyebut-nyebut penduduk pendatang sebagai biang kejorokan. Jumlah mereka sepertiga dari penduduk Denpasar yang 261.000 jiwa. Terdiri dari pelajar, pedagang, WTS dan gelandangan. Karena itu program utama walikota adalah membersihkan kota dari pendatang khususnya kelompok gelandangan dan WTS. Serentak dengan itu kebersihan digalakkan. Semenjak serangan muntaber, disiplin warga kota memang mulai tumbuh, begitu yang dilihat Wardhana. "Buktinya usaha gotong royong membersihkan got mulai giat," ia menambahkan. Pihak Pemda sendiri menyiapkan dana Rp 15 sampai dengan 20 juta khusus untuk menanggulangi wabah. Saat ini, pencegahan terhadap menyebarnya wabah dilakukan dengan gencar. Antara lain kaporitisasi sumur-sumur penduduk, dan penerangan secara langsung. Semua pihak memang mulai sadar akan bahaya muntaber. "Dengan timbulnya wabah kesadaran mereka meningkat," kata Walikota Wardhana. Itu hikmah, rupanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus