Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mencari Perempuan Idaman

21 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Smita Notosusanto Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform

Akhir-akhir ini, setiap kali saya bertemu dengan seorang pengurus partai politik, yang hampir selalu laki-laki, mereka selalu mengeluh mengenai sulitnya menemukan perempuan berkualitas untuk dicalonkan menjadi anggota legislatif. Bahkan, apabila ada yang berkualitas, menurut mereka, biasanya perempuan itu enggan masuk ke parpol. Terus terang, keluhan seperti ini merupakan suatu perubahan sikap yang cukup signifikan mengingat resistansi yang besar dari parpol-parpol terhadap berbagai kampanye untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan.

Namun, setelah itu, biasanya saya skeptis terhadap jerih payah para pengurus parpol ini. Pertama, apakah standar kualitas yang diterapkan untuk para calon perempuan benar-benar adil sesuai dengan konteks kenyataan sehari-hari yang dihadapi perempuan? Misalnya syarat bahwa calon harus memiliki kedudukan tinggi di kepengurusan parpol, padahal hal ini jarang sekali dapat diraih oleh calon perempuan karena posisi kunci di kepengurusan parpol biasanya didominasi laki-laki.

Meskipun telah berkiprah di parpol, perempuan secara tradisional biasanya ditempatkan di posisi marginal dalam parpol, yang merendahkan posisi tawar mereka dalam proses pembuatan keputusan, meskipun "jam terbang" mereka sudah cukup lama. Kedua, perempuan di luar parpol yang ingin menjadi calon juga menghadapi hambatan karena persyaratan administratif yang diskriminatif terhadap anggota baru, terutama anggota baru perempuan.

Parpol biasanya mensyaratkan jam terbang dalam parpol masing-masing yang, sekali lagi, sulit dipenuhi oleh perempuan yang berasal dari luar parpol yang sebenarnya cukup berkualitas, terutama mereka yang berusia muda. Padahal proses regenerasi dalam parpol juga penting dalam pencalonan perempuan. Ketiga, siapa yang bertanggung jawab atas proses penyeleksian para calon di masing-masing parpol? Siapa yang menentukan sistem scoring dan berbagai uji kelayakan dan kepatutan di dalam parpol? Seperti kepengurusan parpol, biasanya hal ini didominasi pengurus parpol laki-laki. Keharusan membayar sumbangan kepada parpol yang diterapkan bagi calon juga secara sistematis dapat mengakibatkan diskriminasi terselubung bagi calon perempuan yang secara tradisional tidak memiliki dana secara mandiri.

Skeptisisme ini diperkuat dengan adanya sistem bilangan pembagi pemilih (BPP), yang akan lebih menentukan kemenangan seorang calon daripada hanya perolehan suara murni. Meskipun memperoleh suara terbanyak di suatu daerah pemilihan, seorang calon belum tentu memperoleh kursi—apabila tidak mencapai angka BPP, yang biasanya cukup tinggi di suatu daerah pemilihan.

Apabila hal ini terjadi, calon yang menempati peringkat teratas di daftar calon akan ditetapkan sebagai pemenang. Aturan ini sebenarnya menegasikan ciri "langsung" dari sistem proporsional daftar terbuka yang akan diterapkan pada pemilu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tahun 2004. Akibatnya, pergulatan untuk menempati "nomor jadi" masih akan mewarnai proses pencalonan di dalam parpol, dan tidak mustahil faktor sumbangan juga akan mempengaruhi posisi nomor urut calon.

Dampaknya bagi calon perempuan dapat ditebak. Dalam konteks demikian, "imbauan" UU Pemilu No. 12/2003 Pasal 65 agar parpol memperhatikan keterwakilan perempuan sebesar minimal 30 persen dalam pencalonan anggota legislatif menjadi makin lemah. Meskipun angka minimal di atas diperhatikan, apabila calon perempuan ditempatkan pada nomor "buntut", mustahil para perempuan idaman yang diharapkan dapat membawakan aspirasi kepentingan perempuan dapat terpilih menjadi wakil rakyat.

Kesimpulannya, "kesulitan" untuk mencari calon perempuan sebenarnya bukan disebabkan oleh kurangnya jumlah perempuan yang cukup berkualitas, melainkan karena tingginya "pagar" yang dibangun oleh sistem pemilu dan sistem pencalonan parpol sendiri yang harus dilompati oleh calon perempuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus