Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Konglomerat Rakyat

Gebu minang fair berlangsung di arena pekan raya jakarta. dalam lima hari terhimpun dana sekitar rp 160 juta, hasil penjualan saham dari 7 bpr (bank perkreditan rakyat). di surabaya & medan menyusul.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oi, 'rang rantau . ., Dangalah . ., Minang maimbau. . ! SENANDUNG Dorce dalam logat Minang yang fasih itu melayang di udara malam arena Pekan Raya Jakarta. Seruan kepada perantau agar mengindahkan Ranah Minang, atau kampung halaman, mungkin sama tuanya dengan tradisi merantau. Tapi setelah Cebu Minang Fair pertengahan hingga menjelang akhir Mei silam tampil di Ibu Kota itu, kini getarnya paling unik dalam sejarah. "Kalau Sumatera Barat maju, beban Jakarta bisa berkurang," ujar Gubernur Wiyogo Atmodarminto, di mimbar. Kelakar mamak urang Minang ini, tentang bah perantau ke Jakarta, disambut tepuk hadirin. Wiyogo, secara simbolis, orang pertama membeli saham Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang go public. Sosok Gebu Minang atau Gerakan Seribu Minang mulai tampak: dalam tempo lima hari terhimpun sekitar Rp 160 juta. Itu baru dana dari urang rantau di Jakarta. Hasil menjual saham dari 7 BPR seharg~a Rp 10 ribu per saham ini, menurut panitia, akan meningkat. Padahal, BPR itu baru Agustus nanti diresmikan Menteri Keuangan. Lokasi di Sumatera Barat di tujuh kecamatan: Sungai Geringging, Batipuh, Sungaipuar, Silungkang, Sulit Air, X Koto, dan Salido. Gebu bergulir bagai bola salju. Urang Minang di Surabaya dan Medan bahkan dalam waktu dekat siap pula menggelar Gebu-nya di sana. Bila perantau dari tiap kecamatan tadi -- sesuai dengan ketentuan -- menghimpun modal awal Rp 50 juta, menyusul lagi 85 BPR. Dalam Pekan Penghijauan Nasional di Aripan, Singkarak, 1982, Presiden Soeharto mendorong lahirnya ide Gebu. Warga Minang di rantau, ujar Pak Harto ketika itu, sebenarnya merupakan potensi ekonomi yang besar untuk pembangunan daerah. Ini kalau setiap orang menyumbang Rp 1.000 per b~ulan. Para cerdik pandai kemudian merumuskan. Rp 1.000 memang bukan sumbangan, tapi lambang partisipasi. Dan dengan gerakan seribu rupiah ini, tidak hanya penyaluran dana lebih terarah. Malah disiapkan wadah menyalurkan hasil produksi penduduk pedesaan di Sumatera Barat. "Di balik seribu rupiah, tersimpul suatu semangat demokrasi ekonomi, semangat kerakyatan, semangat membangun dari bawah," ujar ~Emil Salim, Ketua Umum Lembaga Gebu Minang, dalam berbagai pidatonya. "Kalau di Jakarta orang membangun konglomerat, kita pun m~embangun konglomerat rakyat," tambahnya. Ed Zoel~verdi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus