Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Saatnya Melawan dengan Hati

Bangkok mulai berbenah setelah massa Kaus Merah dibubarkan paksa. Mereka bersumpah akan terus memperjuangkan keadilan dan demokrasi.

31 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Bangkok terdiam manakala skytrain yang mereka tumpangi melintasi CentralWorld, salah satu pusat belanja terbesar di Asia Tenggara, di persimpangan Jalan Ratchaprasong. Semua membisu. Di jalan inilah bentrokan antara pendemo antipemerintah, yang dikenal sebagai kelompok Kaus Merah, dan tentara menyisakan korban jiwa dan luka-luka.

Tujuh lantai bangunan pusat belanja itu gosong. Restoran dan sebuah bioskop di sana tinggal puing. Sejumlah warga setempat dan turis asing mengabadikan plaza yang babak-belur itu. Tentara menuduh Kaus Merah membakar bangunan itu pada Rabu dua pekan lalu karena jengkel pemimpin mereka dijebloskan ke penjara. Mereka pun mengecap Kaus Merah teroris.

”Itu serangan teroris,” kata juru bicara Komando Operasi Pemulihan Ke amanan dan Ketertiban, Kolonel Sansern Kaewkamnerd. Cap teroris itu kini juga dialamatkan kepada bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang digulingkan tentara lewat kudeta militer tak berdarah. Thaksin dikenal dekat dengan massa Kaus Merah.

”Thaksin dan gerakannya adalah sumber dari segala sumber masalah di Thailand,” ujar Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya, yang dalam beberapa kesempatan menyebut bekas bosnya itu teroris berdarah. Ia tak pernah absen mengimbau dunia internasional agar menyerahkan Thaksin, buron teroris itu.

Sebaliknya, juru bicara Partai Phuea Thai, partai oposisi terbesar di Thailand, Pithaya Pookaman, membantah aksi Kaus Merah dilakukan untuk mengembalikan Thaksin ke kursi kekuasa an. ”Buat rakyat, demokrasi itu berarti mereka bisa hidup dengan baik dan sejahtera,” katanya. ”Seperti yang mere ka rasakan lima atau enam tahun lalu, ketika Thaksin berkuasa.”

Ketika itu, kata pensiunan diplomat ini, rakyat punya uang, mudah mendapatkan pinjaman, dan dibekali jaring pengaman sosial yang baik. ”Di masa Thaksin berkuasa, kami mudah mendapat uang,” kata Tanikphong, sopir taksi. Imam Slamet, warga Indonesia kelahiran Thailand 36 tahun silam, mengatakan sebagian besar sopir taksi adalah pendukung Thaksin.

Imam punya cerita unik tentang fanatisme sopir taksi terhadap Thaksin. Suatu ketika pernah ada seorang tamu dari bandar udara yang diturunkan di jalan bebas hambatan gara-gara mengkritik Thaksin dan Kaus Merah. Thaksin juga dianggap berjasa dalam membangun citra Bangkok. Misalnya membangun Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok Train Station, dan subway.

”Dia yang merancang sistem transportasi rakyat,” ujar Pithaya. Karena itu, ia menyayangkan sikap pemerintah yang terus saja menjelekkan Kaus Merah sebagai ”teroris” atau pengikut mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra. ”Kami turun ke jalan bukan karena Thaksin semata,” ujar Tanikphong.

Tanikphong adalah satu dari ribuan pendukung Kaus Merah yang idealistis. Datang dari berbagai pelosok negeri, mereka berkemah di jalan-jalan Bangkok, bukan untuk mendapatkan uang, melainkan untuk meminta penegakan keadilan dan persamaan. ”Rakyat pendukung Kaus Merah datang dengan hati mereka,” Pithaya menambahkan.

Begitu pula Taninpom Pittana, 49 tahun. Kepalanya nyaris terpenggal tersambar granat berpeluncur roket di kawasan Din Daeng. Beruntung, kaca telepon umum tempatnya bersembunyi menahan laju granat. Tapi tengkuknya sobek teriris pecahan granat. ”Kalau enggak, barangkali saya sudah mati,” kata karyawan perusahaan asuransi itu.

Ketua Fraksi Phuea Thai, Chalerm Yubamrung, kepada Tempo mengatakan partainya akan segera menyampaikan mosi tak percaya kepada pemerintah Abhisit. Dalam sidang, partainya akan meminta salah seorang pemimpin Kaus Merah, Jatuporn Prompan, yang juga anggota parlemen dari Phuea Thai, menjelaskan perihal tindakan brutal tentara dalam membubarkan massa Kaus Merah.

”Tak ada orang yang benar-benar ta hu kecuali Jatuporn karena dia berada di sana,” ujar Chalerm, pensiunan polisi berpangkat kapten. Malah, jika mungkin, dalam debat di parlemen pada 1 Ju ni itu, Partai Phuea Thai akan memperlihatkan rekaman video tindakan brutal aparat terhadap warga sipil tak bersenja ta. ”Akan saya panggang pemerintah!”

Massa Kaus Merah kini telah bubar dan meninggalkan gunungan sampah dan gedung gosong di persimpangan Jalan Ratchaprasong dan sekitar nya. Ahad dua pekan lalu, warga Bangkok turun ke jalan. Kali ini mereka beramai -ramai membersihkan ruas-ru as jalan di Bangkok dari pelbagai sampah dan kotoran. Gubernur Bangkok Sukhumbhand Paribatra menyebutnya ”Big Cleaning Day”.

Lebih dari 5.000 orang berpartisipasi dalam acara kerja bakti itu. Truk-truk sampah antre memungut sampah yang teronggok di sepanjang Jalan Rama VI hingga Ratchaprasong. ”Kami ingin menunjukkan solidaritas,” ujar Ureerat, pegawai pemerintah yang datang bersama adiknya. Memakai topi putih, sarung tangan, dan penutup mulut, ia menyapu jalanan.

Sebagian lagi datang mengikuti kerja bakti yang digelar mulai pukul delapan hingga tengah malam itu karena diundang lewat Facebook. Kelompok ini menamai diri Watch Red Shirt. Berbeda dengan kelompok Kaus Merah, mereka ini kebanyakan mahasiswa dan warga kelas menengah atas Bangkok.

Tiga dara Sai, Ju, dan Toon, misalnya, mengaku tak suka dengan gerakan Kaus Merah. ”Gara-gara mereka, aku enggak bisa ke mal lagi,” ujar Sai seraya menunjuk ke arah CentralWorld Plaza yang terbakar. Kedua temannya meng angguk setuju. Ketiganya lalu mengeluarkan te lepon seluler iPhone dari saku mereka dan memotret plaza yang terbakar itu.

Menjelang pukul sembilan malam, ber angsur-angsur warga membubarkan diri. Maklumlah, jam malam masih diberlakukan di Bangkok dan 23 pro vinsi lain. Polisi mendirikan pos-pos penjagaan. Kolonel Sansern menga takan kendali operasi telah diserahkan tentara kepada polisi. Tapi, di beberapa tempat, tentara bersenjata lengkap masih berpatroli dengan mobil Humvee mereka.

Menurut Sansern, Komando sengaja memperpanjang jam malam karena curiga ada sejumlah rencana membuat Bangkok membara lagi. Namun, mulai Senin pekan lalu, sejatinya lalu lintas di Bangkok sudah pulih. Begitu juga aktivitas di mal-mal. Tempo, yang menyusuri sejumlah mal, masuk dengan leluasa tanpa mengalami pemeriksaan atau penggeledahan.

Kendati begitu, Bangkok masih sepi dari turis. ”Maaf, tak ada prasmanan untuk sarapan pagi,” kata Supanee, salah seorang manajer Hotel Bangkok Palace, tempat Tempo menginap. ”Kami masih sepi tamu.” Ditanya berapa jumlah tamu saat ini, Supanee menggeleng seraya tersenyum. Supanee beruntung hotelnya tak tutup seperti kebanyakan hotel di daerah Ratchaprasong.

Akankah tekad Phuea Thai mendongkel pemerintahan yang didukung militer itu terlaksana? Yang jelas, perlawanan belum akan berakhir. ”Pemerintah boleh saja menangkap dan memenjarakan para pemimpin Kaus Merah,” ujar Pithaya, ”tapi mereka tak bisa membungkam massa Kaus Merah yang menuntut keadilan dan demokrasi.”

Andree Priyanto (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus