SETELAH lebih dari 40 tahun terpisah akibat konflik, 14 orang Timor Leste kembali bertemu dengan keluarga kandung di kampung mereka pada pertengahan Mei lalu. Mereka rata-rata diambil anggota Tentara Nasional Indonesia saat berusia 5-15 tahun di beberapa kabupaten, seperti Viqueque, Los Palos, Manatuto, dan Ainaro, Timor Timur (kini Timor Leste), pada 1979-1994. Atas inisiatif Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kedua negara, reuni keluarga itu dapat diwujudkan. Selama enam hari, mereka dapat berkumpul dengan keluarganya. Tak semua boleh masuk kampung lagi ternyata karena mereka telah ditetapkan sebagai orang mati. Tempo berkesempatan melihat langsung suasana reuni si anak hilang.
Juliao Suarez alias Muhammad Yanto Soarez, 30 tahun, terlihat bingung. Tatapan matanya kosong. Sudah 22 tahun dia tidak menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Hari itu, Senin, 19 Mei lalu, pesawat Sriwijaya Air yang membawanya dari Denpasar, Bali, Indonesia, mendarat di Bandar Udara Komoro, Dili, Timor Leste. Ia akan diantar pulang ke kampungnya di Desa Bikaren, Distrik Viqueque, oleh Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Sandra Moniaga
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.