maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Agar Kenaikan Cukai Tak Memberatkan Industri

Pembahasan kenaikan tarif CHT akan dilakukan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Agustus 2024

arsip tempo : 173074449790.

Sejumlah buruh rokok memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus, Jawa Tengah, Rabu 17 Juli 2024. Pemerintah telah meluncurkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2025. Salah satu kebijakannya adalah intensifikasi kebijakan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.. tempo : 173074449790.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Keuangan telah meluncurkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025. Salah satu kebijakan itu adalah intensifikasi kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) melalui tarif multi years, kenaikan tarif yang moderat, penyederhanaan layer, dan mendekatkan disparitas tarif antar-layer. Poin-poin kebijakan ini mendapat kritik dan penolakan dari berbagai pihak.

Pembahasan kenaikan tarif CHT akan dilakukan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Agustus 2024 setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membacakan Nota Keuangan RAPBN 2025. 

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan sedang melakukan studi besaran kenaikan tarif ideal dengan mempertimbangkan beberapa parameter. “Yakni parameter industri, parameter kesehatan, parameter tenaga kerja, maupun penerimaan negara," ujarnya. 

Tauhid menjelaskan perubahan kenaikan tarif CHT biasanya dilakukan setiap tahun. Namun, mulai tahun 2023-2024, kenaikan ini akan dilakukan setiap dua tahun sekali. Kebijakan ini memberikan kepastian bagi pelaku industri dan pemerintah untuk menyesuaikan diri, seperti menyesuaikan kapasitas produksi dan menaikkan harga. Selain itu, industri bisa lebih siap dengan persiapan bahan baku, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya.

"Ketimbang ditetapkan tiap tahun sehingga antisipasi kalangan industri tidak pas. Jadi menurut saya itu langkah positif," kata Tauhid.

Menurut dia, pasca Covid-19 ada perubahan yang mendasar dari perilaku masyarakat akibat kenaikan harga rokok, terutama pada sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). Hal ini membuat masyarakat berpindah kepada rokok yang lebih murah seperti sigaret kretek tangan (SKT) dan rokok ilegal, dimana berdampak kepada sumbangan CHT terhadap penerimaan negara pada 2022 dan 2023 berkurang. "Saya kira ini penting, karena CHT ini kontribusinya sangat besar, yakni sebesar 12,2 persen dari penerimaan negara,” kata Tauhid. 

Kenaikan cukai yang tinggi terhadap produk SKM dan SPM menyebabkan munculnya produk-produk ilegal. "Mereka sudah tidak kena tarif cukai, tapi harga masih bisa bersaing. Nah sekarang rokok ilegal marak bahkan naik, data pada 2023 angkanya 6,9 persen dan 2022 sebesar 5,5 persen," ucapnya.

Karena itu, Tauhid meminta pemerintah berhati-hati menentukan kenaikan tarif CHT dan meminta kenaikan yang proporsional untuk tiap layer. "Jadi saya kira bagi industri kalau kenaikannya terlalu tinggi akan sangat memberatkan, meskipun penerimaan negara ternyata juga turun".

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chandra Wahjudi, mengatakan pemerintah perlu merumuskan kebijakan CHT dengan mempertimbangkan keberlanjutan industri hasil tembakau (IHT). Kenaikan cukai harus mengedepankan asas prediktabilitas. 

"Kenaikan CHT seharusnya didasarkan pada parameter yang jelas dan mengikuti benchmark inflasi, sehingga tidak membebani industri secara berlebihan," kata Chandra.

Menurut dia kenaikan cukai rokok yang tinggi dan diterapkan tidak merata 

akan berpotensi membuat perubahan perilaku konsumen beralih ke rokok ilegal. “Hal itu mendorong masyarakat untuk mencari rokok murah, termasuk beralih ke rokok ilegal," ujarnya.

Menurut Chandra, penyederhanaan layer cukai juga berpotensi meningkatkan konsumsi rokok ilegal. Pemerintah seharusnya melakukan kajian mendalam dan mendengarkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan sebelum menerapkan kebijakan ini. Agar kebijakan kenaikan cukai dapat meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan manfaat bagi semua pihak.

Dia meminta pemerintah melakukan intensifikasi pemberantasan rokok ilegal yang meningkat tiap tahun. “Sanksi keras tidak hanya berupa denda dan peringatan, tetapi juga tindakan pidana tegas terhadap produsen, distributor, dan pihak-pihak terkait dalam peredaran rokok ilegal," ucapnya.

Chandra berharap pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dapat mengkaji secara komprehensif sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang adil dan berimbang. "Agar perusahaan besar berserta UKM dapat terus bertumbuh dan berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian nasional," kata dia. 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 3 November 2024

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan