Sekoper Cinta demi Perempuan Mandiri
Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita telah meluluskan ribuan perempuan yang semakin berdaya dalam kesetaraan.
Atalia Praratya Ridwan Kamil tidak tinggal diam melihat suaminya bekerja keras membangun Provinsi Jawa Barat. Demi meningkatkan sumber daya manusia terutama kaum perempuan, ia melontarkan ide yang akhirnya terwujud sebagai salah satu program Pemprov Jabar, yakni Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita atau disingkat menjadi Sekoper Cinta.
Sekoper Cinta bertujuan meningkatkan peran wanita agar lebih berdaya demi terciptanya ketahanan keluarga. Siswanya yaitu perempuan berusia 18 tahun ke atas dan terbuka pula bagi anak putus sekolah. "Keberadaan perempuan penting sekali sebagai penyeimbang kaum lelaki," ujar Atalia sebagai Ketua Umum Sekoper Cinta.
Diluncurkan pada 2018, Sekoper Cinta kini telah mencetak 68.000 lulusan dari program Sekoper Cinta Keterampilan Dasar dan Tematik yang tersebar di 27 Kabupaten Kota. Dari jumlah tersebut, 10 persen sudah memiliki usaha secara mandiri.
Materi pendidikan di Sekoper Cinta Keterampilan Dasar dan Tematik antara lain menjahit, memasak, memberikan gizi kepada anak, urusan lingkungan seperti kebencanaan, termasuk permasalahan yang biasanya terjadi di lingkungan keluarga seperti KDRT dan kenakalan remaja. "Sampai pada akhirnya bagian partisipasi politik perempuan, itu ada semua. Jadi lengkap, termasuk media sosial, bagaimana mereka bisa memilih dan memilah berita," ucap perempuan kelahiran 1973 itu.
Berbagai upaya pengembangan bahkan terus dilakukan. Termasuk pelibatan pentahelix dalam mengembangkan Sekoper Cinta. Misalnya saja, dalam pelajaran tentang kesehatan anak maka menggunakan modio dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Kolaborasi serupa dilakukan bersama PDAM, IDI hingga BPJS.
Hasilnya, Pada 2020 lalu Sekoper Cinta Keterampilan Vokasi yang lebih pada penguatan ekonomi wanita mulai dicetuskan dan saat ini tercatat ada 1.400 lulusan. Atalia merasa lega lantaran besarnya animo masyarakat terhadap program Sekoper Cinta. Pasalnya, pada awal diluncurkan program ini menghadapi tantangan untuk menarik minat masyarakat.
Ide melahirkan program ini, Atalia bercerita, berangkat dari keresahannya melihat kaum perempuan Jawa Barat. Di kalangan masyarakat, muncul stereotip perempuan dianggap makhluk lemah. Perempuan juga dipandang makhluk yang tidak produktif. Hingga ada juga tindakan marjinalisasi terhadap perempuan yang memandang hanya sebagai pelengkap.
Namun ketika perempuan tersebut sudah memiliki daya setelah meningkatkan potensinya, tak jarang pula yang harus memikul beban ganda atau melakoni pekerjaan laki-laki. "Beban ganda itu seperti ini, jadi dia (perempuan) ini kan sebagai makhluk reproduksi ya, tapi dia juga membantu perekonomian, harus bekerja dan lain sebagainya, tapi tidak mengurangi perannya di rumah.”
Tidak sampai di situ, Atalia menambahkan, ada yang disebut Sindrom Cinderella Complex yang membuat perempuan sulit menjalani hidup mandiri lantaran memiliki keterampilan terbatas. Itu terjadi lantaran mendapatkan pola asuh yang salah seperti terlalu dimanjakan.
"Seperti halnya orang dulu kan, (tugas perempuan di) sumur, dapur, kasur gitu ya. Jadi yang penting kamu dapetin jodoh kamu menikah saja," katanya.
Atas dasar berbagai tantangan itu, maka hadir Program Sekoper Cinta di Jawa Barat. Apalagi, bahwa pemerintah sudah memberikan ruang kepada perempuan untuk memaksimalkan peluang.
"Karena saya merasa bahwa perempuan ini harus menjadi garda terdepan. Dia yang akan mengurus anak. Kalau terjadi bencana, suami itu gak ada, ibu itu ada di rumah. Dia harus ngurusin anaknya loh.”
Menurut Atalia, fundamental yang sangat penting bagi perempuan adalah memahami lebih dulu tentang diri sendiri. Misalnya, mengenai potensi, kodrat sebagai perempuan, hingga selanjutnya diberikan pemahaman mengenai kesetaraan gender agar tidak menjadi kebablasan.
Selain itu, kaum perempuan patut menyadari sebagai makhluk unik dan sempurna yang diciptakan Tuhan. Hanya wanita yang dapat mengandung anak dan dibekali struktur otak yang berbeda dengan laki-laki, sehingga lebih mengunakan perasaan dalam menyikapi sesuatu hal.
"Perannya penting sekali, kita tahu bahwa perempuan adalah tiangnya negara. Perempuan ini adalah faktor penentu juga bagaimana keberlangsungan peradaban dunia, karena dari rahimnya lahir anak-anak yang kemudian akan menyelamatkan dan juga melanjutkan perjuangan kita-kita ini," tutur Atalia.
Lebih jauh, saat ini peluang perempuan untuk masuk ke dunia pemerintahan sangat terbuka baik itu eksekutif maupun legislatif. Termasuk untuk menjadi birokrat dengan formasi sebanyak 30 persen meskipun angka tersebut tidak pernah tercapai. "Nah artinya PR lagi luar biasa buat perempuan. Bagaimana kemudian dia memposisikan diri agar supaya diangkat menjadi perempuan yang mampu sejajar dengan laki-laki.”
Sekoper Cinta untuk Program Doktor
Keberhasilan Sekoper Cinta turut menjadi sumber penting Atalia meraih gelar Doktor. Program ini ia jadikan bahan disertasi dengan judul "Pengaruh Pengembangan Program Komunikasi Instruksional Sekolah Nonformal 'Sekoper Cinta' Terhadap Perilaku Peserta Didik di Provinsi Jawa Barat".
Dalam penelitiannya, Atalia menemukan rata-rata lama sekolah di Jabar pada perempuan yaitu 8,48 atau kelas VII, sedangkan untuk laki laki, yaitu 9 atau kelas VIII. Namun ada pula 3-4 orang yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah.
Mengacu pada hal tersebut, maka setiap materi Sekoper Cinta dibuat se-inklusif mungkin agar mudah dimengerti oleh kalangan manapun. Atalia pun memaksimalkan peran fasilitator, di antaranya bidan desa maupun kader posyandu. "Karena mereka sudah biasa sosialiasi ke masyarakat. Itu yang kita ajak kita kerjasama," kata dia.
Berkat disertasi tersebut, Atalia lulus Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan yudisium Cumlaude pada 2022 lalu.
Namun setelah berbagai upaya dilakukan untuk pengembangan, Atalia khawatir program Sekoper Cinta tidak berlanjut setelah habis masa Jabatan Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada September mendatang. Karena itu, dia berharap penuh program ini dapat berlanjut di bawah kepemimpinan Gubernur periode selanjutnya.
Terlebih program tersebut telah banyak mendapat perhatian. Bukan hanya telah diikuti oleh daerah lain, namun juga diminati oleh Ministry of Gender Equality & Family Republic of Korea. "Jadi mereka sangat tertarik dengan program ini termasuk dengan Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) mereka juga support," kata Atalia.
Sebagai istri gubernur, ia pun berupaya mempraktikkan setiap bahan ajar di Sekoper Cinta, termasuk perannya sebagai ibu rumah tangga. Atalia mengaku memiliki kesepakatan dengan suaminya.
Kesepakatan yang dibuat yaitu mencegah terjadinya matahari kembar di dalam rumah tangga. Hingga saat ini, Atalia hanya fokus mendampingi Ridwan Kamil di akhir masa jabatan sebagai Gubernur yang akan tuntas pada September 2023 nanti. "Nggak ada dua Matahari di keluarga. Karena Kang Emil itu saya dan saya Kang Emil. Jadi kalau orang lihatnya gubernur Kang Emil, maka di balik kang Emil itu ada saya," ujar dia.
Selain itu, kompromi dan kolaborasi merupakan bagian penting dalam membina rumah tangga. Sebagai wanita, menurut Atalia harus tahu kapan waktunya untuk bicara dan kapan harus mendengarkan meskipun cenderung lebih cerewet dibandingkan suami.
Dia paham betul, tingginya angka perceraian khususnya di Jawa Barat hingga di angka 98 ribu salah satunya dipicu faktor cekcok dalam rumah tangga. Karena itu, dalam Sekoper Cinta diajarkan pula pemahaman mengenai komunikasi keluarga.
Atalia mengaku mempraktikkan pola komunikasi keluarga tersebut saat berhadapan Ridwan Kamil. Dia selalu meminta pendapat sang suami dalam mengambil keputusan. Misalnya saja saat akan hendak melanjutkan pendidikan maupun ketika akan bergabung dalam sebuah organisasi.
Atalia saat ini aktif dalam beberapa organisasi. Ia menjadi Ketua Dewan kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jabar, kemudian mengisi jabatan Kwartir Daerah (Kwarda) Jabar periode 2020-2025 sekaligus menjadi perempuan pertama yang menempati posisi tersebut di Jabar. "Saya bersyukur sekali karena dunia sudah tidak terlalu maskulin. Ini menandakan bahwa perempuan itu punya ruang kalau diberikan peluang," kata dia.