maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Suplemen Daerah Kepulauan

Menunggu Lampu Hijau Pemerintah

Pemerintah mengklaim 75 persen isi RUU Daerah Kepulauan sudah diakomodasi dalam undang-undang. Perlu memasukkan isu-isu terkini dalam draf rancangan undang-undang. #Infotempo

arsip tempo : 172203771772.

Thumbnail Cover. tempo : 172203771772.

Musabab mandeknya pembahasan RUU Daerah Kepulauan selama bertahun-tahun, disinyalir karena pihak pemerintah belum memberi ‘lampu hijau’ agar segera disahkan. Padahal Presiden Joko Widodo telah memerintahkan tujuh kementerian untuk membahas rancangan undang-undang tersebut bersama DPR. 

Tujuh kementerian itu adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhubungan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Hanya saja, pembahasan tidak berlanjut karena sejumlah kementerian tak menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM). Sejak itu, tiada tindak lanjut atas RUU Daerah Kepulauan ini. 

Asisten Deputi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Syamsuddin, mengatakan pembahasan RUU Daerah Kepulauan tidak berlanjut karena sudah diakomodasi dalam undang-undang. “75 persen muatan dalam rancangan RUU telah diatur dalam undang-undang yang ada," ujarnya pada Desember 2022. 

Dia menjelaskan undang-undang yang telah memuat sejumlah unsur dalam RUU Daerah Kepulauan di antaranya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, Undang-Undang Cipta Kerja, dan sebagainya. 

Salah satu pulau di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto: Tempo/Lourentius EP

Ihwal muatan yang sama dalam RUU ini, menurut dia, dikhawatirkan menciptakan duplikasi dan tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kemudian ada pula kekhawatiran RUU Daerah Kepulauan ini menyimpang dari prinsip dasar konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Ini sebaiknya menjadi bahan pertimbangan pembahasan lanjutan RUU Daerah Kepulauan," ucap Syamsuddin. 

Adapun Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, mengatakan telah memperhatikan isi dari RUU Daerah Kepulauan. Pada prinsipnya, terdapat dua hal utama dari rancangan undang-undang tersebut, yakni perihal kewenangan dan pendanaan. "Dalam dua hal ini, sebenarnya pemerintah pusat sudah memberikan perhatian khusus melalui berbagai kebijakan terkait daerah berciri kepulauan," kata dia. 

Landasan hukum tersebut antara lain dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.

Mencari Jalan Tengah

Guna mengatasi sengkarut dan berlarutnya pembahasan RUU Daerah Kepulauan, Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera meminta agar semua pihak kembali isi draf rancangan yang ada saat ini. Untuk diketahui, konten RUU Daerah Kepulauan terakhir pada 2017. 

Seiring waktu, kata dia, telah terbit sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah yang bersinggungan dengan isi draf RUU Daerah Kepulauan. "Saya mendukung RUU Daerah Kepulauan ini didorong menjadi undang-undang, tetapi perlu strategi dengan menjadikannya mainstream," kata Mardani. Artinya, perlu cara-cara kreatif untuk mengegolkan RUU Daerah Kepulauan. "Ini tinggal mengubah paradigmanya."

Mardani Ali Sera menyarankan tiga hal agar RUU Daerah Kepulauan segera diproses. Pertama, membangun gagasan yang mainstream, perlunya memasukkan paradigma baru dalam RUU tersebut, yakni unsur blue economy atau ekonomi biru. "Blue economy ini basisnya kelautan, sehingga akan sangat berdampak pada delapan provinsi kepulauan," katanya. 

Kemudian, Mardani mengusulkan agar BKS Provinsi Kepulauan menyampaikan gagasan dalam RUU ini ke lingkaran presiden agar visi poros maritim yang sudah kuat dapat terimplementasi dengan baik. 

Kedua, Mardani Ali Sera melanjutkan, mengawal peraturan pemerintah yang berkaitan dengan daerah kepulauan. "Sambil mendayung, peraturan pemerintahnya dikawal terus," ucapnya. 

Terakhir, jangan lelah memperjuangkan provinsi kepulauan. "Karena sejatinya Indonesia adalah negara kepulauan dan yang seharusnya paling maju adalah daerah kepulauan," ucap Mardani. 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 Juli 2024

  • 14 Juli 2024

  • 7 Juli 2024

  • 30 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan