maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Danone

Sulit Buktikan Dampak BPA pada Infertilitas

Ilmuwan tidak bisa memberi rekomendasi atau melarang. Klaim tentang dampak BPA pada infertilitas masih jauh dari kaidah ilmiah.

arsip tempo : 172204068282.

Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. . tempo : 172204068282.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo, menyatakan klaim tentang paparan Bisphenol-A akibat peluruhan zat tersebut dari bahan plastik (polikarbonat) pada galon isi ulang air minum dalam kemasan (AMDK) dapat menyebabkan infertilitas terhadap manusia masih sulit dibuktikan secara keilmuan.

Hasto menyebutkan sejumlah jurnal yang memang melakukan penelitian terhadap efek Bisphenol-A (BPA) pada makhluk hidup. Namun berbagai penelitian tersebut baru dilakukan pada hewan. Hasilnya memang menunjukkan bahwa ada dampak buruk terhadap hewan yang menjadi uji coba. Salah satu hasilnya dapat menurunkan kualitas sperma.

“Tapi pada manusia sangat sulit dilakukan penelitian (seperti pada hewan), karena meneliti harus dengan objektivitas yang tinggi, harus dengan kontrol,” kata Hasto saat diwawancarai melalui platform daring, Senin, 18 April 2022.

Ada beberapa penyebab sebuah penelitian tidak dapat diaplikasikan pada manusia dengan sebarang. Pertama, ujar Hasto, sebuah zat atau material yang diduga memiliki efek buruk tidak bisa dengan mudah menjadikan manusia sebagai objek eksperimen. “Ya nggak boleh dapat izin,” ujarnya.

Kedua, infertilitas pada manusia dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung phytoestrogen. Zat ini faktanya terdapat pada kacang-kacangan seperti kacang kedelai. Masyarakat Indonesia cukup akrab dengan kacang kedelai yang menjadi bahan pembuatan tahu dan tempe.

“Jadi harus bisa membedakan, jangan-jangan infertilitas bukan karena air mineral, tapi karena konsumsi makanan yang mengandung phytoestrogen,” ucap dokter ahli kebidanan dan kandungan ini.

Ketiga, Hasto melanjutkan, pada sebagian kelompok manusia mengidap kelainan yang disebut polikistik over. “Ciri khasnya itu yang rambutnya gede, kulitnya kasar, banyak jerawat. Kemudian ada juga perempuan yang obese atau kegemukan. Ternyata, ditemukan bahwa kadar BPA pada golongan tersebut lebih tinggi dibanding orang normal,” kata dia.

Selanjutnya, ada pula penelitian BPA dengan kadar gula darah untuk mengetahui dampaknya. Jika terbukti memicu kenaikan gula darah maka dapat menyebabkan infertilitas. “Tapi tidak terbukti. Jadi, orang yang terpapar BPA tidak ada hubungannya dengan infertilitas karena berbagai faktor tadi,” kata Hasto.

Selain faktor-faktor tersebut, penelitian terhadap dampak BPA pada infertilitas masih belum memenuhi kaidah ilmiah. Dalam ilmu kedokteran, ucap Hasto, terbagi menjadi lima level.

Pada level 1 atau yang tertinggi berarti telah diakui oleh seluruh ilmuwan karena memang terbukti. Inilah yang disebut kaidah ilmiah. Untuk level ini sah saja menjadi rekomendasi kesehatan, contohnya tentang dampak merokok pada kesehatan. Seluruh penelitian di mana pun akan menemukan hasil yang sama. Kandungan pada rokok memang berbahaya.

Sementara di level terbawah, level 5, merupakan perkataan para ahli. Misalnya dokter Hasto sudah diakui sebagai ahli kandungan, kebidanan, dan ahli bayi tabung, maka pendapatnya akan diakui oleh grupnya, sesama ahli.

“Nah, masalah BPA itu masuk ke level 5 saja belum, masih jauh. Kalau di mata ilmuwan, artinya tidak bisa memberikan rekomendasi untuk melarang atau menganjurkan,” ucap alumni Universitas Gadjah Mada tersebut. “Jadi level tadi itu kalau di Islam bisa diibaratkan dengan hadis. Ada hadis yang sahih itu di level 1, ada pula hadis yang lemah.”

Karena itu, Hasto mengimbau media menjalankan peran untuk memberi informasi sekaligus edukasi sehingga masyarakat dapat menilai sebuah sumber berita berasal dari hasil keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. “Isu publik itu banyak sekali yang jadi isu populer tapi tidak ada dasar yang kuat. Media harus selektif,” ujarnya.

Dokter Anak, Tubagus Rachmat Sentika Hasan, juga mengakui bahwa selama bertahun-tahun praktik belum pernah menemui kasus anak yang keracunan BPA dari botol minuman atau sumber makanan. “Sampai hari ini saya belum dapat pasien yang disebabkan oleh efek Bisphenol yang tinggi,” ujarnya.

Justru yang kerap dijumpai karena keracunan dari oli, bensin, atau minyak pelumas lainnya. Keracunan pada anak kerap terjadi lantaran orang tua lalai menaruh barang-barang berbahaya di rumah.

Sementara mengenai kandungan BPA pada AMDK, dokter Rachmat menyatakan kalau masih di bawah ambang batas dan para ahli kesehatan telah menyebutkan masih aman maka bisa diikuti. “Apalagi BPOM sudah me-launching kalau masih di bawah 0,1 ya bagus dong. Berarti yang diperiksa pada air mineral itu tidak jadi masalah,” ucapnya.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 Juli 2024

  • 14 Juli 2024

  • 7 Juli 2024

  • 30 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan