maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

INDEF

Mobilitas Penggerak Utama Kredit

Pelaku usaha membutuhkan aktivitas pasar agar kredit terpakai untuk modal kerja. Pasar akan menggeliat jika mobilitas masyarakat terjadi.

arsip tempo : 171398066269.

Dialog Industri - Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pemulihan Ekonomi, Selasa, 15 Februari 2022.. tempo : 171398066269.

Pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi tahun ini mencapai kisaran 5-5,5 persen. Selaras dengan proyeksi Bank Dunia terhadap ekonomi Indonesia yakni 5,2 persen. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Sektor kesehatan mendukung dengan gencarnya program vaksinasi guna mencapai kekebalan kelompok dan akhirnya dapat mengembalikan aktivitas ekonomi pada masyarakat.

Deputi Komisioner Humas dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan, Anto Prabowo, berharap konsumsi rumah tangga dapat didorong menjadi 5 persen, melesat dari catatan sebelumnya pada Kuartal III 2021 berada di kisaran 2 persen. “Konsumsi rumah tangga seperti apa yang dapat mencapai 5 persen? Kata kuncinya adalah mobilitas,” kata Anto dalam Dialog Industri Tempo bertajuk “Peran Sektor Jasa Keuangan dalam Pemulihan Ekonomi” Selasa, 15 Februari 2022.

Mobilitas, Anto melanjutkan, yang memungkinkan terciptanya demand. Dengan timbulnya permintaan, maka akan ada upaya untuk memenuhi kebutuhan melalui produksi, distribusi, dan penjualan. Kendati Bank Indonesia telah menetapkan suku bunga acuan tetap rendah yakni 3,5 persen, sepanjang demand masih rendah maka pengusaha akan malas berproduksi. “Jika tidak berproduksi, untuk apa kredit? Jadi, sepanjang belum ada mobilitas maka belum ada permintaan kredit,” ucapnya.

Presiden Direktur Bank BCA, Jahja Setiaatmadja, menyatakan suku bunga rendah tetap memberi harapan terhadap pertumbuhan kredit, terutama kredit konsumsi seperti kredit perumahan rakyat (KPR) atau membeli kendaraan. “KKB (kredit kendaraan bermotor) di BCA sangat bagus setelah pandemi, bisa Rp2 triliun per bulan dan KPR 3,2 triliun rupiah per bulan,” ujarnya.

Namun, kondisi berbeda pada kredit yang ditujukan untuk usaha dan investasi. Kredit semacam ini dibutuhkan untuk meningkatkan bisnis, berinvestasi pada modal kerja, inventaris dan proyeksi bisnis. “Di sinilah masalahnya. Kalau mobilitas nggak ada, nggak ada yang datang ke toko maka akan sulit memakai kredit karena nggak ada gunannya,” ucap Jahja.

Sebenarnya, Jahja melanjutkan, potensi kredit tetap bagus karena banyak industri yang membutuhkannya.  “Kalau kami lihat sektor pertambangan luar biasa kebutuhannya. Baik batu bara dan alumina, petrochemical lalu CPO (kelapa sawit) saat ini sangat dicari untuk minyak goreng dan biodiesel,” tuturnya.

Begitu juga di bidang kesehatan, healthcare untuk obat dan vitamin. “Kemudian kredit untuk infrastruktur, usaha logistik karena sekarang banyak jasa kurir, serta bisnis food and beverages karena 260 juta jiwa penduduk Indonesia pasti perlu makan,” kata Jahja.

Karena itu, Jahja optimistis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Sekali lagi ia menegaskan kuncinya adalah mobilitas. Masyarakat sudah dapat beraktivitas maka konsumsi ekonomi akan tinggi. “Potensi pertumbuhan kredit 7-8 persen moga-moga bisa dicapai. BCA tahun lalu sudah 8 persen, dan industri 5 persen. Semoga bisa sama seperti itu lagi,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, melihat optimisme perbankan memang patut diapresiasi. “Di masa pandemi, perbankan justru di masa panen. Tingkat profit mereka tinggi karena disimpan di SBN (surat berharga negara). Posisi SBN meningkat cukup tajam. Pada 2019 sekitar 21,12. Lalu 2020 jadi 35,” ujarnya.

Menurut Tauhid, tantangan untuk perbankan di tengah situasi pemulihan ekonomi yakni, apakah perbankan bisa menyalurkan kredit secara optimal atau tidak. Hambatannya tidak hanya pandemi Covid-19, melainkan juga kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga The Fed yang bisa saja terjadi tahun ini, serta ancaman terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina.

Diskusi Financial Series Tempo ini akan terus berlanjut sepanjang 2022 dengan mengusung berbagai tema terkait isu pemulihan ekonomi nasional, sekaligus mendukung Presidensi Indonesia di G20. (*)

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan