maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Mayapada Hospital

Waspadai Gangguan Irama Jantung

Gangguan irama jantung dapat menyebabkan kematian, tanpa penyakit jantung koroner.

arsip tempo : 171347898128.

dr. Pudjo Rahasto, Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Mayapada Hospital.. tempo : 171347898128.

Gangguan irama jantung atau aritmia adalah kondisi tidak normalnya irama atau laju detak jantung. Gangguan itu bisa berupa laju detak jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau ritmenya tidak teratur. "Artinya gangguan irama jantung itu ritme jantung yang tidak berarturan atau terlalu cepat atau terlalu lambat," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Mayapada Hospital Tangerang, Pudjo Rahasto, Sp.JP (K), FIHA, Kamis, 16 Desember 2021.

Pudjo menjelaskan, ada lima penyebab gangguan irama jantung. Pertama, gangguan sinus node. "Adalah gangguan bagian dari jantung yang bisa berdenyut sendiri sel jantungnya. Jadi jantung punya pacu alami yang mengalami gangguan bisa berdenyutnya lambat atau berhenti sendiri," ujarnya.

Kedua, irama ektopik. Kondisi kelainan irama jantung yang ditandai dengan hilangnya satu denyutan atau malah bertambah satu denyutan ekstra. "Sel otot jantung ini harusnya berbunyi atau berdenyut beraturan, nah ini sel ototnya berbunyi sendiri," kata Pudjo.

Ketiga, re-entry, yakni fungsional terkait kelistrikan.

Keempat, blok konduksi, yakni kondisi di mana aliran impuls mencapai area jantung yang tidak dapat tereksitasi. "Jadi hantaran listrik ke jantung terhambat.”

Kelima, accessory pathway. "Secara normal denyut jantung punya jalur, nah ini ada yang tidak di jalur dan menjadi penyebab denyutan jantung tidak beraturan," kata Pudjo.

Dia menjelaskan, faktor risiko gangguan irama jantung meliputi aliran darah koroner yang tidak lancar, adanya kerusakan otot jantung, dan ketidakseimbangan elektrolit. Dalam tbuh banyak mengandung garam-garaman yang penting seperti natrium, kalium, potasium dan magnesium. “Semuanya harus seimbang di dalam tubuh. Kalau keseimbangan ini terganggu, misalnya potasium terlalu rendah atau terlalu tinggi bisa menimbulkan gangguan irama,” ujarnya.

Dia menjelaskan gejala awal jika mengalami gangguan irama jantung, yakni deg-degan atau jantung berdebar, nyeri dada, dan pingsan. "Kadang tanpa gejala juga, karena itu dibutuhkan perekaman jantung.”

Pudjo memperingatkan, jika seseorang mengalami gangguan irama jantung sampai tidak sadarkan diri, harus segera ditangani fasilitas kesehatan. "Tapi, kalau pasien merasa tidak enak badannya sebaiknya langsung ke fasilitas kesehatan yang memiliki perekaman jantungnya, agar bisa ketahuan," ujarnya.

Journal Heart Rhythm melaporkan ganguan irama jantung sekitar 5-10 persen menyebabkan kematian, tanpa ada penyakit jantung koroner. "Ini hanya penyakit irama jantung saja,” tuturnya.

Adapun, kematian mendadak bisa karena sindrom brugada, yakni gangguan irama jantung akibat kelainan genetik. Sindrom ini merupakan penyebab kematian mendadak pada pasien tanpa kelainan struktur jantung.

Pada kasus tertentu gangguan irama jantung tertentu dapat disembuhkan dengan pemasangan alat pacu jantung. Kemudian, bisa juga dilakukan tindakan studi elektrofisiologi (electrophysiology study) dan ablasi. "Jika irama jantung kacau, tiba-tiba berdebar atau cepat bisa dilakukan dengan  elektrofisiologi dan ablasi," kata Pudjo.

Studi elektrofisiologi adalah pengujian untuk mengetahui apakah denyut jantung bermasalah (irama jantung) dan Ablasi adalah cara menanganinya. Adapun, tindakan Studi Elektrofisiologi dan Ablasi jantung mirip dengan prosedur kateterisasi jantung.

Prosedur ini dilakukan dengan cara memasang satu atau lebih kateter di pembuluh darah menuju ke jantung. Elektroda yang terdapat di ujung kateter akan menghancurkan sebagian kecil jaringan di jantung yang menyebabkan gangguan irama, sehingga menjadi normal kembali.

Cara mencegah terjadinya gangguan irama jantung, yakni dengan menjaga elektrolit darah dan aliran darah koroner normal. "Menjaga elektrolit dengan menjaga asupan makanan, karena elektrolit yang bagus bersumber dari buah-buahan, dan menjaga aliran darah ke koroner dengan baik, yakni rutin melakukan check-up kesehatan," kata Pudjo.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024

  • 24 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan