maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

KSI INDONESIA

Peran Penting Ilmu Sosial Tangani Pandemi

Ilmu sosial dapat menjembatani kajian-kajian yang mungkin tidak dapat menjangkau aspek-aspek nonmetrik.

arsip tempo : 171353457716.

Ilustrasi vaksinasi massal.. tempo : 171353457716.

Pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini cukup menyita perhatian publik. Pasalnya, Menteri mengatakan pandemi Covid-19 membutuhkan waktu minimal 5–10 tahun hingga selesai. Sehingga, keberadaan strategi yang tepat dan terkoordinasi menjadi krusial dalam memastikan pandemi tidak berlangsung selama satu dekade.

Hal ini diamini oleh Peneliti Kesehatan Universitas Hasanuddin, Sudirman Nasir. Dia menjelaskan, penanganan pandemi tidak cukup jika hanya mengandalkan pendekatan disiplin ilmu kesehatan semata. “Dalam situasi sekarang, penyelesaian krisis tidak cukup jika bergantung pada disiplin ilmu kesehatan saja,” ujarnya.

Dia menambahkan hal ini dikarenakan disiplin ilmu kesehatan sendiri tidak akan pernah bisa mengisolasi penyakit hanya dengan berfokus pada manusia dan faktor-faktor terdekatnya, seperti aspek biologis saja. “Pada praktiknya lebih luas dari itu. Sehingga, disiplin ilmu sosial dapat berperan penting,” ujar Sudirman dalam forum diskusi KSIxChange36 yang diselenggarakan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerja sama dengan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).

Peneliti Ilmu Sosial, Budaya dan Agama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. A. Najib Burhani. Menurut dia, pandemi sebagai krisis multidimensi, perlu perspektif yang luas dalam penanganannya. Dalam hal ini, ilmu sosial dapat menjembatani kajian-kajian yang mungkin tidak dapat menjangkau aspek-aspek nonmetrik, seperti agama, sikap filantropi yang baik, gotong royong, dan empati.

Najib menambahkan komunikasi yang baik dengan mempertimbangkan sensitivitas kultur dan religious akan membantu penanganan Covid-19, tidak terkecuali untuk kelompok minoritas.

Dia mengatakan pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara bertingkat dapat dikatakan sebagai bentuk sinergi ilmu sosial dan ilmu sains terapan ke dalam penanganan pandemi. Hasilnya cukup positif dalam menurunkan jumlah kasus aktif di berbagai daerah. Namun, lanjut Najib, jika masyarakat terlena dengan situasi nyaman ini dan mengabaikan protokol kesehatan, bukan tidak mungkin terjadi kembali gelombang ketiga pada akhir 2021. Itulah mengapa konteks sosial harus menjadi salah satu tolok ukur.

“Penanganan pandemi juga harus memperhatikan kelompok rentan yang lahir akibat Covid-19 melanda. Ada yang disebut cluster of disadvantages, yaitu kelompok yang lebih rentan,” kata Sudirman.

Menurut dia, kerentanan terdapat di beberapa grup dan bahkan diperburuk dengan situasi yang ada. Sebagai contoh, kelompok rentan miskin, di beberapa situasi, kondisinya dapat semakin rentan karena ia mengalami penyakit katastropik, seperti diabetes. “Di sisi lain, akses kesehatan yang sangat terbatas dapat memperburuk kondisi mereka,” ujar Sudirman.

Interpretasi Data

Menurut Sudirman, penguatan peran disiplin ilmu sosial akan memberikan nilai-nilai insani terhadap disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran yang terobsesi dan terpaku pada faktor sebab dan akibat, serta randomized control trial (RCT). Tanpa ilmu sosial, kalangan rentan kadang dianggap bukan bagian dari anggota masyarakat. Untuk itu, dalam penanganannya membutuhkan eksplorasi atas pengalaman masing-masing dari kelompok rentan.

“Kita juga terobsesi pada big data, itu bagus, tetapi tidak kalah pentingnya untuk mendapatkan gambaran terperinci, atau pengalaman mereka sebagai manusia yang mana selalu unik,” kata Sudirman.

Selain itu, tambah Sudirman, dalam upaya mendapatkan gambaran utuh terkait kelompok rentan, penting untuk tidak menempatkan mereka sebagai objek dalam penelitian. Namun, perlu memosisikan mereka sebagai mitra untuk mendapatkan wawasan yang lebih jitu.

Sudirman menegaskan bahwa pendekatan multidimensi membantu melihat bahwa penanganan pada kelompok rentan akibat pandemi tidak dapat dilakukan dengan kebijakan yang satu untuk semua (one size fits all). Perlu pendekatan yang beragam dan menyesuaikan dengan individu kelompok rentan, dan karenanya integrasi riset sosial humaniora harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam penyusunan kebijakan.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024

  • 24 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan