Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda atas rencana wajib militer bagi warga di atas 18 tahun? (07-14 November 2007) | ||
Ya | ||
42,07% | 268 | |
Tidak | ||
55,26% | 352 | |
Tidak tahu | ||
2,67% | 17 | |
Total | 100% | 637 |
RANCANGAN Undang-Undang Komponen Cadangan yang tengah digodok Departemen Pertahanan memantik kontroversi. Pro-kontra merebak di seputar aturan wajib militer bagi warga negara berusia di atas 18 tahun. Menurut Direktur Jenderal Potensi Pertahanan, Budi Susilo Supandji, dalam kuliah umum di Universitas Indonesia beberapa waktu lalu, mereka akan dikerahkan dalam keadaan perang atau ketika menghadapi ancaman separatisme.
Dukungan datang dari sejumlah anggota DPR. Syaratnya, pemerintah hanya akan memanggil mereka pada saat perang. ”Komponen cadangan tidak bisa dikerahkan sembarangan,” kata Deddy Djamaluddin Malik, politikus Partai Amanat Nasional. ”Mereka hanya boleh menghadapi ancaman dari luar.” Anggota Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, pun mewanti-wanti pemerintah tak menghadapkan mereka sebagai musuh penduduk lain dalam kasus separatisme.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan 55,26 persen responden menolak rencana wajib militer. Yang berpendapat sebaliknya 42,07 persen dan 2,67 persen mengaku tidak tahu.
Komentar
Tidak setuju bila diwajibkan, apalagi jika disertai ancaman kurungan. Lebih baik sukarela. Masih banyak yang bisa kita lakukan untuk negara selain dengan wajib militer.
—Andi, Semarang
Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan sistem militer yang saling terkait, antara udara, darat, dan laut. Wajib militer sebagai sarana pertahanan keamanan negara amat tepat jika diterapkan pada generasi penerus bangsa.
—Bob Nasution, Medan
Indonesia belum perlu wajib militer. Masih banyak warga negara yang ingin jadi militer sampai berani menyuap Rp 60 juta.
—D. Hidayat, Cimahi
Bahan Indikator Pekan Depan Muhammad Fadil Harkaputra, siswa kelas 1 SMAN 34 Jakarta Selatan, dua pekan lalu disiksa seniornya hingga tulang lengan kirinya patah. Dia dipaksa bertarung dengan ”jagoan” dari geng Gazper, kelompok beranggotakan ratusan siswa di sekolah itu. Kekejaman baru terkuak setelah orang tua korban melaporkannya ke guru karena si anak tidak berani masuk sekolah. Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi menyatakan kelima siswa SMAN 34 yang diduga melakukan penganiayaan itu dikeluarkan. ”Mereka telah dikembalikan ke keluarganya,” kata Margani M. Mustar, Kepala Dinas Pendidikan Menegah dan Tinggi DKI. Kasus kekerasan serupa terjadi di SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, pada April 2007. Seorang siswa kelas X dihujani bogem mentah oleh senior-seniornya pada pukul 03.00 dini hari di warung dekat sekolahnya. Karena trauma, ia memutuskan keluar dari sekolah dan memilih homeschooling. Menurut Anda, haruskah sekolah bertanggung jawab atas kekerasan remaja di lingkungan sekolah? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo