KELOMPOK orang yang mengenakan seragam biru tua itu tampak lesu.
Mereka jongkok atau berdiri. Sesekali terdengar percakapan
dengan kalimat-kalimat pendek. Berbicarapun, enggan. Dan
bibir-bibir mereka tampak memutih, kekeringan. "Mereka sedang
menjalani ibadah puasa," kata Kepala Bagian Pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan Khusus (LPK) di Jalan Listrik, Medan, S.
Ginting. Jumlah para napi yang berpuasa, menurut Ginting,
bertambah satu setengah kali lipat dari tahun sebelumnya.
Sedangkan di Pantai Padang, semakin ke ufuk barat matahari
berjalan, tampak beberapa orang datang mendekati bangunan besar
yang berdinding tebal dan tinggi. Di pintu gerbang, mereka
menyerahkan sedikit makanan bagi mereka yang tak dapat menikmati
kebebasan. Khusus untuk bulan puasa ini, beberapa penjara
memperpanjang jam kunjungan. Dan LP Padang, yang letaknya di
pantai itu, orang luar boleh berkunjung sampai pukul 16.3.
Di LPK Wanita Tanggerang, nyaman, suasananya tidak segarang LP
lainnya.
Maklum, gedungnya baru: Terdiri dari 6 blok, masing-masing
dibuat dalam bentuk bangunan melingkar, setiap kamar memiliki
kamar mandi dan jamban sendiri. Di samping itu, penjara yang
konon terbagus di Asia Tenggara ini, juga memiliki kamar makan
sendiri. Karena itu, ketika mendekati waktu buka puasa, tampak
penghuni yang jumlahnya cuma 55 orang (6 di antaranya napol
narapidana politik), bagaikan tinggal di asrama putri saja.
Hawa Segar
Jauh sebelum bulan puasa tiba, pegawai-pegawai penjara telah
menanyakan kepada setiap napi, siapa-siapa yang mau menjalankan
ibadah puasa. Juga segala keperluan tikar sembahyang, buku-buku
keagamaan, buku tuntunan bertarawih mereka coba penuhi dengan
pemberian cuma-cuma.
Di Medan para napi itu dibagi menjadi empat kelompok dan setiap
kelompok menempati satu barak tersendiri. Ini untuk memudahkan
pengontrolan, karena jumlah yang berpuasa sampai ratusan
banyaknya. Syahnian, 24 tahun, yang harus menjalani hukuman 11
tahun karena membunuh, menyatakan bahwa setiap barak yang ada di
Jalan Listrik itu, mendapat sebuah kitab Al Quran dan lima buku
tuntutan bertarawih.
"Dan tahun ini sungguh istimewa," ujar Syahnian lagi. Karena
setiap barak diperbolehkan memilih imam dan bilalnya
masing-masing. "Dan kami memilih Alwi Tanjung," ujar Syahnian
lagi. Alwi, 28 tahun, napi kelas berat karena membunuh keluarga
Ginting, yang terdiri dari enam jiwa di Tanah Karo (1974),
ternyata rajin sembahyang dan mengaji. "Dan dia sungguh pintar
berkhotbah," kata Syahnian berbangga hati.
Setiap lembaga, mempunyai peraturan sendiri -- tergantung cara
pengamanan masing-masing. Di LPK Kalisosok, Surabaya, mereka
yang ikut puasa, diizinkan mengikuti sembahyang tarawih.
Sedangkan mereka yang diperbolehkan berpuasa hanya mereka yang
tekun menjalani shalat 5 kali sehari dan sudah terbiasa
mengikuti shalat Jumat.
Masjid darurat yang berbentuk segi empat di sana luber orang
bertarawih. Hampir separuh dari jumlah napi, yang banyaknya
1.300 orang, ikut berpuasa. Setelah tarawih, acara dilanjutkan
dengan tadarusan -- membaca Al Quran ayat demi ayat secara
bergantian.
Acara tadarusan di Kalisosok sampai pukul 23.00. Tetapi tidak
semua napi bisa mengikuti tadarusan ini. "Mereka yang mendapat
izin, tapi ternyata kurang mampu bertadarus, kami kembalikan ke
ruang tahanan lagi,"-kata seorang petugas.
Seorang napi setengah tua berbisik: "Saya senang terpilih ikut
tadarusan-selain mendapat pahala, juga dapat lebih lama
menghirup udara segar."
"Eh, mudah-mudahan saja setiap hari adalah bulan puasa," kata
Irianto Nasib, pemuda asal Karangsari, Kebumen, yang mendapat
hukuman 15 tahun di Medan. Sebabnya? "Waktu berbuka puasa, dapat
kolak, roti dan kopi," kata Irianto lagi.
Menu makanan untuk para napi yang berpuasa, memang sedikit
diistimewakan. Meskipun cuma kolak ubi, tetapi penganan yang
manis, telah membuat lidah mereka lebih bergoyang. Bahkan hari
raya nanti, beberapa penjara memberikan makanan ekstra, juga
hadiah berupa sarung baru -- biarpun bukan dari kualitas nomor
satu.
Kiblat Cenere
Bulan Ramadhan memang membawa suasana tersendiri. Waktu sahur,
yaitu pukul 24.30, dianggap cukup jauh dari waktu Imsak. "Tetapi
rasanya makan lebih enak," tambah Irianto. Sebaliknya, seorang
napi dari Kalisosok, selalu meneteskan air mata setiap kali
berbuka puasa atau sahur. "Kalau di rumah, selain bisa berkumpul
dengan keluarga, menu makanan juga bisa milih," kata ayah dari
tiga orang anak dan berasal dari Madura. Sudah empat bulan puasa
dia lewatkan di penjara.
Sepanjang Ramadhan, jam kerja lebih longgar di LPK Cipinang.
Menurut keterangan Sukartono, yang menjabat Kepala Sub Bagian
Tata Usaha, LPK Cipinang mempunyai napi 2.344 orang. Dari jumlah
tersebut, ada 1.585 orang yang berpuasa, sedangkan yang ikut
tarawih ada sekitar 800 orang. Disayangkan bahwa kiriman buletin
dari Dewan Dakwah Islam akhir-akhir ini tidak pernah lagi
dikirim.
Teddy Gunawan, 27 tahun, diwajibkan mencatat para napi yang akan
berpuasa dan bertarawih, di LPK Cipinang. Teddy, yang bercelana
jeans, harus menjalani hukuman penjara 11 tahun -- karena
membunuh majikannya, seorang pemilik restoran. LPK Cipinang
telah mengubah kepercayaan Teddy. Semula dia beragama Budha.
"Daripada 'ngalamun, saya membaca buku-buku agama," kata Teddy,"
dan saya tertarik kepada Islam." Kini, dia penganut Islam yang
baik. Istrinya, Yunita Kencana, yang menjenguknya seminggu
sekali, tidak keberatan Teddy masuk Islam.
Selama bulan puasa, pembinaan mental dilakukan Kiblat Centre,
organisasi keagamaan swasta yang berpusat di Jakarta "Cuma,"
lanjut Teddy, "untuk bisa ikut tarawih, seorang napi harus lolos
seleksi bagian Keamanan LPK. " la termasuk yang lolos. "Insya
Allah, puasa saya penuh," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini