CUKUP banyak yang berubah sejak HAP berlaku. George Hendra,
tertuduh utama dalam kasus tenggelamnya KM Tampomas, buru-buru
dibebaskan Kejaksaan Agung. Persidangan perkara Imran, tertuduh
pembajakan pesawat Garuda "Woyla", dilakukan dengan pemeriksaan
saksi lebih dulu.
Beberapa orang tahanan, mendapatkan anugerah berkat HAP, baik di
kepolisian maupun di kejaksaan atau pengadilan. Tiga orang di
antaranya dilepaskan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dalam
kasus pencurian. Sebab kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta
Pusat, A.l. Adnan, masa penahanan ketiga orang itu sudah habis,
sementara berkas polisi belum siap.
Tepat 1 Januari, Jaksa Agung Ismail Saleh mengirimkan radiogram
rahasia ke seluruh aparatnya di semua daerah. Isinya: agar semua
penyidikan dan pengusuun yang dilakukan kejaksaan
dihentikan--kecuali yang diatur dalam undang-undang khusus
seperti subversi atau korupsi.
George Hendra, yang sudah ditahan sejak 27 Juli 1981, dilepas
tepat di Hari Natal yang lalu. Menurut sumber TEMPO di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kejaksaan tidak mendapat
perpanjangan penahanan lagi dari pengadilan untuk tertuduh
tersebut. Hakim Slamet Riyanto yang telah memperpanjang masa
penahanan sebanyak 4 kali sebelumnya, di akhir Desember itu
meminta agar kejaksaan menyerahkan berkas perkara. Tapi tidak
dipenuhi. Karena itu, jika kejaksaan masih tetap menahan George
Hendra sampai awal Januari--saat berlakunya HAP--"kejaksaan bisa
dituntut ke pra pengadilan," kata O.C. Kaligis, pembela Hendra.
Suasana di semua kantor kejaksaan di seluruh Indonesia juga
berubah setelah HAP berlaku. Tidak banyak lagi terlihat
orang-orang sipil yang lalu lalang di kantor-kantor
kejaksaan--untuk diperiksa atau mengadukan perkara. "Ada tiga
atau empat pengaduan yang nyasar ke sini sejak HAP berlaku, tapi
kami kirim langsung ke kepolisian " ujar seorang jaksa senior di
Kejaksaan Negeri Yogyakarta.
Di kejaksaan-kejaksaan negeri dan Kejaksaan Tinggi di Jakarta,
suasana mendadak menjadi santai. "Kami sekarang menganggur --
lihat saja," kata seorang jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jaya.
Keadaan ini terlihat pula di Surabaya. Satu-satunya pekerjaan
kejaksaan sekarang ini hanyalah "menyelesaikan perkara lama yang
diajukan polisi," ujar Humas Kejaksaan Negeri Surabaya, Hantoro
Sumaryo. Artinya, instansi ini tidak lagi memanggil tersangka
atau saksi ke kantor kejaksaan, kecuali bila perkara sudah siap
diajukan ke persidangan.
Sebaliknya kantor-kantor polisi sibuk. "Kalau sebelum HAP
paling-paling kami mengeluarkan 10 surat pemanggilan untuk
tertuduh dan saksi setiap hari, sekarang dua kali lipat," ujar
Dansat Serse Kotabes Medan, Mayor. Pol. Djauzi Sikumbang.
Di Kores Badung, Bali, setiap orang yang memasuki kantor itu
kini harus menahan kebisingan karena suala ketak-ketik mesin
ketik. Sebab dalam HAP (baru) satu berkas perkara tak boleh
melewati waktu 20 hari sudah harus dilimpahkan ke kejaksaan --
selain juga karena tersangka hanya boleh ditahan tidak lebih
dari 60 hari. "Kami merasakan tambahan tugas dengan HAP ini,"
kata Danres Badung, Letkol. Pol. Soetrisno.
Apalagi berkas yang disiapkan polisi sekarang harus lengkap
kalau tidak ingin dikembalikan lagi oleh kejaksaan. "Syukur
sejak HAP berlaku, baru satu berkas polisi yang dikembalikan,"
kata jaksa Soeroso dari Kejaksaan Negeri Denpasar.
Pencuri Kelambu
Di tengah kesibukan kantor polisi menyiapkan berkas, sel tahanan
justru lebih sepi dibandingkan pada masa HIR. "Dulu sekitar 80
tahanan setiap hari mendekam di sini, sekarang paling hanya 30
orang," ujar Dansat Serse Kowil Surabaya, Letkol Pol. Sumarsono.
Sebab dalam HAP polisi tidak bisa sembarang menangkap orang,
kalau tidak ada bukti kuat. "Dulu asal ada yang mengadu,
langsung ditangkap, sekarang tidak bisa lagi," tambah Wadan
Kowil Surabaya, Letkol. Pol Sularjo.
Bahkan kini tersangka yang sudah mengaku pun terpaksa
dilepaskan polisi, bila tak ada saksi. "Ada tiga orang
tersangka, dua orang copet dan seorang pencuri kain kelambu,
terpaksa dilepaskan," ujar Djauzi Sikumbang, Dansat Serse
Kotabes Medan. Padahal ketiga orang itu mengaku dan hasil
kejahatannya tertangkap. "Kalau nanti ada saksi melapor, baru
perkara itu akan diteruskan," tambah Sikumbang.
Yang masih timpang agaknya sarana juga -- seperti belum siapnya
ruangan pemeriksaan polisi di Kores-Kores Jakarta (TEMPO, 16
Januari). Di Kotabes Semarang, Dantabesnya, Mayor Pol. Brahmono
Widodo, mengizinkan juga dua orang pengacara, Ridwan Widyadharma
dan Gunawan Hadinoto menemui klien mereka. "Pertemuan itu
terpaksa berlangsung di ruang kerja saya, sehingga saya ikut
mendengarkan," kata Brahmono Widodo. Sebenarnya ruangan untuk
konsultasi itu harus dibatasi kaca, dan kedap suara, sehingga
polisi tidak ikut mendengarkan pembicaraan pengacara dengan
kliennya. Namun di Semarang ruangan khusus itu belum ada.
Keterlambatan sarana ruangan juga terjadi di
pengadilan-pengadilan. Dalam sidang Imran, di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pekan lalu, tata ruang sidan memang sudah
disesuaikan dengan EIAP. Bahkan permintaan pembela agar Imran
diperik5a kemudian dan saksi duluan, juga diterima hakim.
Namun di beberapa pengadilan, penataan tempat itu sulit
dilakukan karena sempitnya ruangan yang ada. Misalnya, kursi
panitia yang menurut HAP harus berada di belakang kursi hakim,
tidak bisa dilakukan di Pengadilan Negeri Bandung, karena
keterbatasan ruangan. "Kecuali kalau meja hakim dipotong," kata
Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Soedarko.
Jadi, kapan HAP berlaku secara utuh? Beberapa hakim mengakui,
HAP memang belum dapat dilaksanakan secara penuh. "Yang dapat
dilaksanakan lebih dulu, kami laksanakan," ungkap seorang hakim
di PN Yogyakarta, Djulizar SH. Malahan menurut Ketua PN Bandung,
Soedarko, "memang tak ada alasan untuk memberlakukan HAP secara
penuh." Sebab, tambahnya, "HAP mempunyai masa penyesuaian selama
dua tahun."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini