Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Memperkarakan Jaksa

Jaksa R. Radipi yang diajukan Baharuddin Lopa ke pengadilan karena dituduh menerima suap dari Hieng Tungadi dalam perkara korupsi dibebaskan pengadilan banding. Kasus ini dianggap pinjam meminjam.(hk)

30 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Baharuddin Lopa memperkarakan anak buahnya yang menerima suap kandas di peradilan banding. R. Radipi Sastrawijaya, pejabat kejaksaan di daerah itu yang diajukan Lopa ke pengadilan karena dianggap menerima suap sebanyak Rp 7,5 juta dari seorang tertuduh perkara korupsi, ternyata dibebaskan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan di Ujungpandang. Sebelumnya Radipi divonis Pengadilan Negeri Ujungpandang dengan hukuman 2 bulan penjara dalam masa percobaan 6 bulan. "Kami pasti akan kasasi atas putusan itu," kata Lopa kepada TEMPO, pekan lalu. Lopa memang tidak main-main dengan perkara semacam itu. Ia, misalnya, sehari setelah dilantik menjadi jaksa tinggi di daerah itu, 18 Oktober 1982, membuat pengumuman di koran-koran setempat: agar masyarakat tidak memberikan sesuatu kepada anak buahnya. Sebaliknya, ia memperingatkan aparatnya agar tidak "main-main" dalam menjalankan tugas. Setelah pengumuman itulah ia mencanangkan perang dalam perkara-perkara korupsi. Salah satu perkara yang digarapnya adalah perkara manipulasi pajak CV Angin Timur dengan salah seorang tertuduh Hieng Tungadi. Untuk mengusut kasus itu, Lopa menugasi jaksa senior, Radipi, sebagai salah seorang anggota tim pemeriksa. Ketika pengusutan tengah berlangsung, Lopa rupanya mendengar kabar tidak enak: Radipi "ada main" dengan Hieng Tungadi. Jaksa itu, konon, suka bertamu ke rumah tersangka. Apalagi saat itu kehidupan Radipi sedikit berubah: ia tiba-tiba mampu membeli mobil bekas atasannya, sebuah Toyota Hardtop seharga Rp 6 juta. Lopa segera memerintahkan jaksa itu diusut. Hasilnya, ia menemukan berbagai petunjuk bahwa Radipi menyeleweng. Di antaranya menerima uang Rp 7,5 juta dari Tungadi. Sebab itu, Lopa menskors jaksa itu dan membawanya ke pengadilan, "Biar anak buah sendiri, kalau salah harus ditindak," ujar Lopa. Radipi Sastrawijaya, 53, di sidang mengaku menerima uang Rp 7,5 juta dari Tungadi. Tapi uang itu, katanya, merupakan pinjaman dari Notaris Sistke Limowa dengan perantaraan Tungadi. Ia memang mengantungi kuitansi pinjam-meminjam dengan notaris itu. Bahkan, di sidang ia bisa pula membuktikan bahwa utang itu sudah dicicilnya. Sebab itu, tim pengacara Radipi - Prof. Teng Tjin Leng, O.C. Kaligis, dan Denny Kailimang - menganggap bahwa perkara itu utang-piutang biasa dan bukan penyuapan. Namun, majelis hakim yang diketuai Nyonya Hafni Zahara tidak mempercayai cerita itu. Apalagi di sidang terungkap bahwa Radipi sebelumnya tidak kenal dengan notaris itu. Kuitansi yang digunakan Radipi sebagai bukti, menurut majelis, hanyalah upaya para pelaku untuk mengaburkan kasus penyuapan itu. Karena itu, pengadilan menyatakan Radipi terbukti bersalah (TEMPO, 2 Februari). Majelis hakim banding, yang diketuai W.L. Tobing, tidak sependapat dengan hakim bawahannya. Katanya, vonis pengadilan negeri itu hanya didasarkan petunjuk yang kedudukannya sebagai alat bukti lebih lemah dari alat bukti lainnya, seperti saksi dan surat-surat. Padahal, keterangan saksi-saksi Hieng Tungadi dan Notaris Sistke Limowa membuktikan bahwa uang yang diterima Radipi adalah pinjaman. "Karena itu, bukti petunjuk harus dikesampingkan oleh alat bukti saksi dan surat," kata majelis banding. "Itu hak pengadilan tinggi untuk membedakan - 'kan masih ada Mahkamah Agung," komentar Lopa. Jika di peradilan kasasi itu ia masih bebas juga? "Kita akan bertemu lagi di kemudian hari," ujar Lopa. Jaksa tinggi itu memang masih berniat mengajukan CV Angin Timur ke sidang dalam perkara korupsi yang sampai saat Ini maslh terkatung-katung karena dua orang pimpinan perusahaan itu - Gun Honandar dan Rizal Yasin Wijaya - menghilang. "Kami sudah mencari mereka ke mana-mana, tapi belum ketemu," ujar Lopa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus