Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penyatang lagi apes

Perahu tambang tenggelam, 12 penumpangnya meninggal. haruskah perahu dilengkapi pelampung?

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA penarik perahu tambang ketiban apes di Bengawan Solo. Perahunya kandas dan ketiganya, sejak pekan lalu, diadili di Pengadilan Negeri Sragen. Mereka adalah Jamaroh, 42 tahun, Teguh Wahyono, 40 tahun, dan Sahlan, 37 tahun. Ketiganya oleh Jaksa Hupoyo dinyatakan berbuat lalai sehingga menimbulkan korban. Mereka juga bersalah tak melengkapi perahunya dengan peralatan keselamatan seperti pelampung. Padahal, saat itu perahu membawa 60 penumpang dan 30 sepeda, jauh di atas batas maksimumnya yang hanya 28 orang dan 250 kg barang. Atas kesalahannya itu, mereka dijaring dengan Pasal 359 dan 199 KUHP. Ketiga terdakwa sempat meringkuk empat bulan di penjara. Baru akhir bulan lalu mereka mendapat keringanan tahanan luar. Tapi, selama sidang belum usai, pemilik perahu melarangnya bekerja. "Saya terpaksa utang dari kanan kiri," kata Jamaroh. Musibah itu terjadi 17 Januari lalu. Hari itu Bengawan Solo meluap, sehingga lebar permukaan bertambah panjang. Tapi Jamaroh, yang bekerja sejak 1968, tak takut. Apalagi pagi itu sekitar 150 orang, yang sebagian besar anak sekolah dan pegawai, sudah siap diseberangkan. Tarikan pertama berjalan lancar. Perahu berhasil mengangkut 60 orang ke tepi timur. Tapi, pada tarikan kedua, perahu mengalami musibah. Ketika sudah sampai di sisi timur, perahu malah terseret arus sehingga tak bisa masuk ke pengait bambu. Tiga penyatang (pengemudi perahu) itu pun terpaksa mencarikan tempat pendaratan lain. Sial, perahu ternyata terseret ke pohon ingas. Para penumpang pun ribut. Mereka berebutan menghindari pohon yang bisa membuat kulit melepuh itu. Ini membuat perahu oleng. Tiga penyatang itu berteriak: "Tenang, jangan panik." Tapi suara mereka tak didengar. Beberapa penumpang meloncat untuk mencapai tepi sungai. Tapi, akibatnya, perahu tambah oleng. Ini membuat beberapa penumpang jatuh tenggelam. Akhirnya, 12 penumpang jadi korban. Para ahli waris korban umumnya mengikhlaskan kematian kerabatnya. Mereka mengirim surat pernyataan yang isinya tak akan menuntut para penyatang. "Mereka telah melakukan upaya penyelamatan penumpang," kata Nyonya Suyamti, yang kehilangan satu anaknya. Tapi, bagi jaksa, persoalan tak segampang itu. "Jelas mereka telah membuat 12 orang mati," kata Jaksa Hupoyo. Tapi, yang kini dipersoalkan, pemilik perahu mendapat izin trayek tanpa syarat apa pun, misalnya wajib menyediakan pelampung. Buktinya, perahu itu pun kini sudah beroperasi lagi seperti biasa. Dan penumpang berjubel, karena memang tak ada cara lain untuk menyeberang di lokasi dermaga Kembangan, Desa Sidokerto, Sragen itu.Iwan Q.H. dan Faried Cahyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum