INEM PELAYAN SEXY
Cerita, skenario & sutradara: Nya Abbas Akup.
Produksi: P.T. Candi Dewi Film
YANG pertama sekali memancing ketawa penonton dalam film terbaru
karya Nya Abhas ini tentulah permainan A. Jalal. Tubuhnya besar
tinggi, logatnya Madura berat dan bermainnya lincah. Meski untuk
pertama kali main film, Jalal bukan orang baru dalam dunia
tontonan. Ia anggota kelompok lawak Surya Grup yang muncul
dengan kesegaran tapi kemudian lebih banyak mengulangi sukses
semula.
Dalam hal yang terakhir inilah Abbas memegang pelanan besar.
Sebagai penulis cerita dan skenario, Abbas telah menyediakan
dialog-dialog yang berfungsi bagi Jalal (dan pemain lainnya).
Dan bakat serta kebolehan melawak anak Surabaya itu mendapatkan
penyaluran yang amat wajar.
Pelajaran terpenting yang diperoleh dari film Inem Pelayan Sexy
adalah ini: untuk membuat film komedi - dengan atau tanpa
pelawak - cerita bisa dibuat berdasarkan kenyataan sehari-hari.
Dari hidup sekeliling kita memang terlalu banyak hal yang punya
potensi untuk jadi bahan lelucon. Cerita film ini berkisar pada
peranan babu dalam keluarga maju di kota besar. Bagian pertama
film memperlihatkan betapa keluarga dan rumah tuan Cokro (Aedy
Moward) kacau balau lantaran ditinggal babu. Rumah berantakan,
masuk kerja terlambat, nyonya (Titik Puspa) tidak sempat ke
salon (apa lagi arisan) dan anak-anak terpaksa numpang mandi di
rumah teman.
Setelah dapat babu - kebetulan cantik - soal tidak pula selesai.
Sang tuan pun ada tertarik pada tubuh babu dan nyonya terpaksa
kebagian tugas ronda malam. Tapi ketika nyata bahwa atasan tuan
Cokro yang bernama tuan Bronto (A. Jalal) jatuh hati pada babu
Inem (Doris Syarifa), tak seorang pun yang berdaya
mengontrolnya.
Tukang Ejek
Sebagai tukang ejek nomor satu, Abbas memang mempunyai
pengamatan yang tajam. Dialog-dialog ditulisnya dengan pas dan
tepat. Tingkah laku para babu, tuan dan nyonya-nyonya serta
anak-anak mereka digambarkannya dengan baik. Bahkan pengetahuan
Abbas mengenai sosiologi kabar angin pun patut dibanggakan.
Perhatikan adegan nyonya-nyonya bersibuk membicarakan kabar
perkawinan tuan Bronto dengan babu Inem. Berita itu bersumber
pada nyonya Cokro. Melewati sejumlah nyonya - yang menyebarkan
berita lewat telepon - kabar yang sama tiba kembali pada
sumbernya. Cuma isi berita sudah berubah, sebab yang kini jadi
korban adalah tuan Cokro. Bahkan dikabarkan bahwa nyonya Cokro
minta cerai dari suaminya lantaran tuan Cokro "suka main dengan
babu-babu tetangganya". Tentu saja berabe.
Film Inem Babu Sexy ini memang film untuk bikin tertawa. Tapi
Abbas - seperti biasanya - selalu ingin mengatakan sesuatu lewat
film-filmnya. Sembari menyindir nyonya-nyonya kelas atas yang
sok dan penuh kepalsuan, lewat film ini Abbas juga ingin
menunjukkan bahwa babu pun, jika mendapat kesempatan, juga bisa
bertingkah sama dengan nyonya-nyonya besar itu. Setelah kawin
dengan Jalal, Inem (tidak pakai ganti nama) tiba-tiba berbicara
macam nyonya-nyonya besar yang dulu pernah diladeninya. Saking
bersemangatnya Inem "berpidato" (mengenai rakyat yang menderita
karena banjir, wabah penyakit dan sebagainya) di bagian akhir
film ini. Maka kita dipaksa mencurigai tokoh Inem ini. Bekas
nyonya besar yang menyamarkah ia? Ternyata tidak, sebab di awal
film ini mengaku cuma sekolah hingga kelas dua. Kalau begitu,
yang berpidato bersemangat bagai pekerja sosial itu tidak lain
adalah Abbas sendiri. Inem rupanya cuma dimintai tolong oleh
penulis cerita, skenario dan sekaligus sutradara.
Di tengah-tengah tumpukan film komedi kita yang konyol, karya
Abbas ini terasa menyegarkan. Di sini Jalal bermain baik. Tapi
juga Titik Puspa. Sayangnya juru kamera F. Tarigan tidak selalu
bekerja teliti, sehingga di layar bukan jarang gambar tampak
kabur.
Salim Said
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini