INI masih mengenai ihwal 100 kepala keluarga -- transmigran di
Besum, Irian Jaya (TEMPO 19 Juni 1976). Rupanya nasib buruk
mereka tidak hanya karena buru-buru dijejalkan di perkampungan
yang belum rampung tapi lebih pahit lagi: 5 orang telah
meninggal dunia. Tentu ini karena ajal. Tapi pembantu TEMPO di
Jayapura sempat menyaksikan keadaan kesehatan para warga
pendatang itu: malaria dan beri-beri di kalangan dewasa serta
penyakit kurang gizi di kalangan anak-anak. Bahkan rombongan
tokoh-tokoh Islam sebanyak 40 orang yang berkunjung ke sana
untuk membagi-bagikan bahan makanan dan pakaian berikut sekedar
hiburan di penghujung bulan Juni lalu sempat repot turut
menguburkan korban ke-5, seorang wanita. Selama kesibukan
penguburan itu, di antara para transmigran hanya tampak kaum
lelaki saja karena semua wanita di perkampungan itu sedang
dirundung sakit.
Tak urung di hadapan tokoh-tokoh Islam dari Jayapura itu
tercetus juga keluhan dari para warga Besum. Menurut penuturan
mereka setiap bulan setiap jiwa di sini mendapat pembagian 15 kg
beras untuk kepala keluarga, 71 kg untuk isteri dan anak mereka
masing-masing 6 kg. Lalu catu lain setiap bulan untuk satu jiwa:
minyak tanah liter, minyak goreng 1 liter, ikan asin 5 kg.
Padahal menurut para transmigran itu berdasar ketentuan Kantor
Transmigrasi, sebulannya setiap transmigran berhak mendapatkan 6
liter minyak tanah dan 2 liter minyak goreng. Adapun mengenai
gula dan teh, tak pernah masuk daiam daftar bahan makanan yang
harus mereka peroleh. Tapi barangkali keluhan ini tak perlu
didengarkan benar kalau tidak karena Suwarno, petugas Kantor
Transmigrasi di Besum, tidak membuka kios yang menjual minyak
goreng -- sekaleng lamsoon cuma dihargainya Rp 500, sementara di
luaran Rp 750.
Sutran
Kabar mengenai penerimaan penghuni Besum tanpa persiapan matang
itu rupanya sempat menarik perhatian Mayjen Sudarsono, Kepala
Pusat Pembinaan Mental Hankam yang berkunjung ke Irian Jaya
minggu terakhir bulan lalu. Sehabis pembicaraannya dengan
Sutran, menurut Sudarsono, Gubernur Irian Jaya itu mengaku:
"Lebih baik dipaksakan masuk ke Besum dari pada para transmigran
itu tambah menderita. Sebab barang mereka telah habis terjual di
Surabaya karena lama menunggu". Adapun Sutran sendiri yang
berkeliling Irian Jaya belum lama ini sambil mengajak
wartawan-wartawan dari Jakarta tak merasa perlu melihat langsung
keadaan para penghuni Besum. Bersama Bupati Jayapura, Messet
yang membawanya ke Besum, rombongan Gubernur dan wartawan itu
hanya sampai di halaman Kantor TransmTasi. Dan itu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini