Pekerja Seks Komersial
Seno Gumira Ajidarma*
Ketika membaca judul cerpen Putu Wijaya yang berbunyi "Pelacur" (1980), saya sudah siap mengikuti kisah tentang perempuan yang menyewakan tubuhnya. Kesiapan itu berhubungan dengan pemahaman berdasarkan dua momentum.
Pertama, sewaktu saya masih duduk di bangku SMA Santo Thomas, Yogyakarta, pada 1976, guru bahasa Indonesia di kelas agak gelisah karena saya tanyakan asal kata "pelacur".
"Oh, itu mungkin dari 'apa lacur', sudah tela
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini