Mengembalikan Hijau Jakarta
Saat banjir besar Februari lalu, sekitar 60 persen wilayah kota kebanjiran. Di musim kemarau, Jakarta kekeringan. Permukaan tanah turun 2-8 sentimeter per tahun. Intrusi air laut sudah menjangkau kawasan Monas.
Penyebab terbesar dari kemerosotan kualitas lingkungan Jakarta adalah makin menurunnya luas ruang terbuka hijau. Tak hanya menjadi paru-paru kota, ruang hijau adalah buffer dari hantaman kerusakan lingkungan. Ini sungguh disayangkan, karena Jakarta pernah punya rencana tata kota yang sangat pro-lingkungan: ”Rentjana Induk Djakarta 1965-1985”, yang sekaligus masterplan pertama kota ini. Di dalamnya ada konsep greenbelt yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau, seluas 37,2 persen dari luas kota. Kini ruang terbuka hijau tinggal sekitar 10 persen saja.
Di awal masa kerja Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Tempo menurunkan laporan tentang tata kota Jakarta dan ruang terbuka hijau. Inilah saatnya untuk tidak menambah kemerosotan kualitas lingkungan. Contohlah Chaerudin, warga Kali Pesanggrahan, dan Abdul Khodir di Condet yang telah menikmati secuil lahan hijau di Jakarta.
MAU berteduh di Senayan pada siang terik? Tak ada pilihan lain, cepatlah masuk ke salah satu pusat belanja di kawasan Jakarta Pusat itu. Suasananya adem dan nikmatilah sejuknya pendingin ruangan yang digerakkan ribuan watt tenaga listrik. Kawasan Senayan sendiri hampir tidak menawarkan lebih dari itu.
Di sepanjang Jalan Asia Afrika itu berdirilah sejumlah ”pohon beton” de ngan lebatnya: Plaza Senayan, Sena yan City, Senayan Trade Centre, Ged
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini