Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Langit Natal, Bersih Dan Muram

Dalam Natal tahun ini ensiklik kedua Paus Paulus II dikumandangkan, biarawati dibantai di el salvador. (ag)

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NATAL belum tiba, ketika para biarawati itu dibunuh di El Salvador. Liga suster dari ordo-ordo Maryknoll dan Ursuline, AS, tambah seorang wanita pekerja sosial dari negeri yang sama, dibantai di negeri Amerika Latin yang rusuh itu. Kalangan tentara sendiri dikatakan terlibat dalam makar tersebut -- setidaknya itulah yang menyebabkan Pemerintah AS menyatakan menghentikan bantuan ekonomi dan militernya kepada El Salvador. Sedang Ketua Konperensi Nasional Uskup Katolik AS, Monsigneur John Roach, menyerukan pemerintah negara itu "memenuhi kewajiban elementernya": mengawasi angkatan bersenjatanya sendiri, di samping menghentikan tekanannya kepada gereja dan gerakan rakyat. Kekerasan, itulah tema tahun ini. Bahkan kekerasan cenderung meningkat: sebuah bayang-bayang suram, yang menudungi sebuah ensiklik yang dikeluarkan Paus Yohanes Paulus 11 awal Desember--persis satu hari sebelum mayat para non itu diketemukan. Dalam 83 halaman yang tenang, ensiklik yang diberi judul Penuh Belas Kasihan itu antara lain menyebut "berkembangnya perasaan terancam" di mana-mana, dalam hubungan dengan konflik dan masa depannya. Penyalahgunaan kekuasaan, penyiksaan secara sistematis, pengacauan ide tentang keadilan, antara lain, terhitung lebih besar dari yang sudah. Gereja, karena itu, "sungguh hidup secara otentik bila ia memproklamasikan kasih"--di saat-saat dirasakan "kurangnya keberanian untuk mengucapkan kata kasih" itu. Dengan kata lain, di waktu orang tidak lagi percaya, di waktu orang selalu "ingin membalas setimpal", dan itulah distorsi pengertian keadilan, menurut ensiklik, gereja mestilah sebuah rumah teduh yang tidak terlibat aksi. Betapa tidak begitu gampang pelaksanaan ajaran itu, terlihat dari misalnya kritik Paus sendiri tahun lalu kepada para pastor di Amerika Latin yang benarbenar menjadi aktivis dan sebagiannya Marxis tulen -- demi membela rakyat tcrhadap penindasan para penguasa yang tak lain orang-orang Katolik. Dan betapa sukarnya membedakan aktivitas itu dengan integrasi Gereja di Polandia dengan rakyat, di bawah rezim yang kebeulan komunis. Tapi ensiklik kedua dalam masa kepausan Karol Wojtyla ini (yang pertama Maret tahun lalu), yang boleh menjadi pusat berbagai peristiwa yang khususnya menyangkut dunia Katolik tahun ini, tidak hanya bicara soal kekerasan yang lebih fisik. Melainkan juga, mengulangi hal-hal yang diputuskan dari Sidang Sinode Vatikan September lalu, menyinggung masalah "kekerasan terhadap keluarga". Teater Paus Dunia materialistis-atheistis, yang erat hubungannya dengan kekacauan di muka bumi, rupanya juga menerjang tembok-tembok rumah tangga: menyediakan berbagai fasilitas yang dinilai meredusir harkat kemanusiaan dan relijiusitas. Pengguguran kandungan, yang tak lain dari pembunuhan, penggunaan alat-alat kontrasepsi dalam KB, sterilisasi, termasuk yang perlu disodorkan kepada umat sebagai bernilai negatif. Bahkan Sinode Vatikan mengusulkan sebuah piagam internasional tentang hak-hak keluarga yang antara lain menekankan hak suami-istri untuk memperoleh anak seberapa mereka mau. Kalangan umat -- di Barat, khususnya--tidak menganggap butir di atas itu "lebih kuno" dibanding misalnya penegasan kembali penolakan Gereja terhadap perceraian maupun hubungan seks sebelum nikah. Nilai-nilai mutakhir yang tumbuh di kalangan umat sendiri mendorong sebagian pastor dalam sidang "memperjuangkan" kemungkinan sikap Gereja yang lebih longgar: para uskup dari AS, Kanada, Meksiko, misalnya. Uskup Besar John D. Quinn dari San Fransisco, dalam satu konperensi pers di Roma, boleh menjadi contoh gembala yang secara Jelas menggambarkan tuntutan umat tersebut. Ia menyitir penelitian Universitas Princeton, yang misalnya mengemukakan bahwa 76 ,5 % wanita Katolik Amerika menggunakan segala :alat KB yang dilarang Gereja--dan bahkan hanya 29% dari para pastor Amerika yang percaya bahwa kontrasepsi memang amoral. Ajaran formal memang, agaknya, harus tetap bisa dinilai sebagai tonggak yang tak mudah goyah -- dan karena itulah diperlukan di tengah gebalau. Dan bila umat tidak menyambut seruan Humberto Kardinal Medeiros dari Boston misalnya, bukanlah lantaran mereka tak butuh Gereja. Kardinal, di masa pemilihan presiden AS dan para senator tempo hari, menghimbau agar umat tidak memilih para calon yang mendukung pengguguran legal. Tetapi bahkan Senator Robert Kennedy dan Robert F. Drinan mendukung calon Barney Frank, tokoh pro-aborsi, sedang mereka sendiri Katolik yang taat. Sementara tajuk sebuah penerbitan Yesuit Amerika menyarankan untuk tidak mengukur nilai seorang calon dari hanya satu isu tunggal--seperti pengguguran atau apa pun. Gereja sendiri, seperti nyata dalam ensiklik maupun sinode, memberi simpati kepada mereka yang sebenarnya beriman, namun "mendapati dirinya tidak mampu" menyelaraskan hidupnya dengan ajaran. Karena itu, mereka yang bercerai atau kawin kembali misalnya, memang dilarang menerima komuni suci y ng sangat penting artinya bagi seorang. Katolik. Toh mereka, berkat pembaptisan, "tidak dinilai terlepas dari Gereja": mereka boleh mengikuti sembahyang, mendengarkan khutbah, menyertai selebrasi ekaristik "dan membuktikan kemurahan hati dan keadilan." New York Times, ketika mengutarakan tuntutan riil di kalangan umat itu, tak lupa menyebut settingnya: dunia "yang telah dilanda revolusi seks" -gejolak yang "tak dialami Paus sendiri di negeri asalnya, Polandia". Memang, yang sangat santer dari Polandia bukan soal seks. Berita terakhir dari sini: beribu-ribu orang menyambut dengan hangat pementasan sebuah drama--yang naskahnya dikarang oleh bapak mereka Karol Wojtyla, sebelum menjadi Paus Paulus Johanes II, 14 Desember lalu. Kisah yang dituturkannya memang klasik saja -- tentang seorang pelukis Polandia yang memutuskan menjadi pendeta, dan mempersembahkan sisa hidup bagi si miskin dan mereka yang sendiri. Tapi itu hanyalah salah satu tanda betapa Gereja berdenyut dalam hidup rakyat dan dalam banyak hal memenyerukan suara mereka. Hanya saja, di waktu yang bersamaan para uskup di sana memperingatkan "kaum pembangkang", yang tidak juga mau berdamai dengan pemerintah, agar "tidak menjengkelkan negara-negara sekutu Uni Soviet." Mereka memang tidak menyebut-nyebut serbuan Rusia. Mereka menyatakan "keprihatinan terhadap masa depan Polandia." Dan itu berarti mendung--mendung yang menggantung di berbagai belahan dunia. Dan hanya di sela-selanya, tersembul langit Natal -- bersih dan muram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus