USAI sudah pertemu-an bisnis Minggu ma-lam itu. Berakhir- pula menit-menit yang panjang. Setelah terpenjara dalam rapat yang melelahkan, Fabiant sudah tak sabar menonton tim Pia-la Dunia kesayangannya, Ingg-ris, melumat Ekuador. Lelaki itu segera bergegas duduk di kursi sudut ruang-an. Tak ada televisi di sana.

Tapi, ia tak gundah. Dari sa-ku celananya ia mengeluar-kan telepon seluler Nokia N92. Fabiant menekan tombol menu utama, memilih ikon TV