Bagi-bagi Kuasa Kabinet Prabowo

Prabowo Subianto menyusun kabinet besar yang diisi politikus. Selamat tinggal kabinet zaken.

Tempo

Minggu, 20 Oktober 2024

MOCHTAR Lubis telah lama meninggalkan kita. Membaca kembali ceramahnya pada April 1977 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, ingatan kita melayang pada ungkapan “sejarah berulang”. Semua yang terjadi saat ini seakan-akan diramalkan dalam ceramah itu.

Indonesia memasuki era pemerintahan baru pada 20 Oktober 2024. Peristiwa pada bulan yang sama adalah pengumuman peraih Hadiah Nobel tahun ini. Pandangan pemenang Hadiah Nobel Ekonomi untuk tahun ini, Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James Robinson, patut mendapat perhatian dari pemerintahan baru Indonesia. Pusat perhatian pada kesenjangan global adalah hal yang erat relevansinya dengan beragam kesenjangan masyarakat yang dijumpai di Indonesia.

Pengamatan Mochtar Lubis untuk Indonesia dalam ceramahnya, Manusia Indonesia, meskipun tentu tidak sempurna, tecermin dalam salah satu buku pemenang Nobel Ekonomi 2024, Why Nations Fail karya Acemoglu dan Robinson. Saat ini kita sudah tidak memerlukan lagi pencitraan, apalagi menciptakan mitos pemerintahan masa lalu yang direkayasa. Politik sekali lagi diciptakan untuk membangun pemenuhan hasrat kesejahteraan lahir-batin serta kebebasan berbagai aspek kehidupan secara adil dan merata bagi seluruh rakyat negeri ini.

Kembali pada ceramah Mochtar Lubis dan tesis pemenang Hadiah Nobel 2024, salah satu intinya adalah menghapus kesenjangan, khususnya kesenjangan di dalam masyarakat Indonesia. Di samping keberhasilan beberapa upaya pembangunan kasatmata pemerintahan yang lalu, masih bertumpuk masalah yang lebih mendasar: membina manusia Indonesia yang bermutu secara intelektual, berakhlak mulia, dan memiliki tata nilai yang luhur. 

Dari berita soal seleksi menteri, harapan pengisian kabinet oleh para profesional berangsur pupus. Dominannya wajah pelaku politik yang memiliki stigma kurang positif memudarkan gambaran mesin pengelola profesional di masa depan. Koran Tempo menulis “Formasi Besar Bagi-bagi Kuasa” yang mengentak pemikiran. Tujuan politik akan sulit tercapai. 

Saya ingat pesan Rasulullah yang disampaikan Abu Hurairah: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia. Pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” 

Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta Pusat

Hak Jawab OJK

TEMPO edisi 14-20 Oktober 2024 memuat artikel opini berjudul “Bom Waktu Dana Pensiun Taspen” yang tidak tepat dalam menyampaikan fakta sebenarnya. Dalam artikel tersebut tertulis, “Dalam urusan mengantisipasi terjadinya korupsi di perusahaan negara pengelola dana pensiun, Otoritas Jasa Keuangan selalu seperti orang ketinggalan kereta. Sebagai regulator dan pengawas, lembaga tersebut gagal menjalankan tugas yang membuat praktik lancung itu berulang kali terjadi.” 

Kami menyayangkan tulisan Tempo yang sepihak dan tidak akurat dalam menjelaskan posisi OJK mengenai pengawasan PT Taspen (Persero) karena PT Taspen bukan perusahaan yang diawasi OJK.

1. Sebelum OJK berdiri pada 2011, pengawasan terhadap PT Taspen dilakukan Badan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Kementerian Keuangan. Hal ini sejalan dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang tersebut, obyek pengaturan dan pengawasannya adalah lembaga yang menyelenggarakan program asuransi sosial. Adapun pengawasan terbatas dilakukan terhadap pengelolaan program Tabungan Hari Tua (THT).

2. Setelah OJK berdiri, fungsi pengawasan perasuransian dilanjutkan sesuai dengan cakupan pengawasan yang telah dilaksanakan Bapepam-LK sebelumnya. Hal tersebut juga sejalan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 210/KMK.01/2013 tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Eks Bapepam-LK.

3. Pengawasan PT Taspen (Persero) merupakan penerusan kegiatan sehingga OJK tidak mengawasi semua program, hanya mengawasi program THT.

4. Pada Oktober 2014, terbit Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014) yang mencabut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, wewenang pengawasan PT Taspen tidak lagi berada di OJK. Cakupan penyelenggaraan program asuransi sosial dikeluarkan dari undang-undang tersebut sehingga tidak lagi termasuk cakupan pengawasan OJK.

5. Saat ini OJK masih membantu dalam proses seleksi anggota direksi dan dewan komisaris PT Taspen (Persero) melalui mekanisme fit and proper test.

Cecep Setiawan
Kepala Komunikasi Publik 

Terima kasih atas tanggapan Anda. Kami mengkritik lemahnya fungsi pengawasan OJK terhadap industri asuransi dan dana pensiun secara umum dengan mengacu pada sejumlah kasus.

Berita Lainnya