Aceh tanpa Gelimang Gas

Nanggroe Aceh Darussalam binasa dalam sekejap setelah gempa bumi dan gelombang tsunami menggilasnya pada pekan lalu. Ribuan nyawa melayang, kehidupan melorot ke titik nadir. Padahal, selama tiga dasawarsa provinsi ini pernah berjaya berkat kemakmuran yang dialirkan oleh gas alam Aceh yang masyhur. Sekitar 17,1 triliun kaki kubik gas alam yang dulu tersimpan di perut bumi Aceh telah menegakkan berbagai industri di wilayah tersebut. Tanah Aceh bagai besi berani bagi ribuan pencari kerja. Namun, cadangan gas alam itu kian pupus, membuat napas pabrik-pabrik tersendat. Kota-kota gas yang pernah riuh dan bercahaya kini redup, mati, dan miskin. Selama dua pekan, wartawan Tempo Ali Anwar merekam kehidupan di pesisir utara Aceh yang tak lagi bergelimang gas--dan kini tengah diterpa kehancuran. Berikut ini laporannya:

Senin, 3 Januari 2005

Senja sudah turun di Kreung Geukeuh. Hawa malam lekas saja membungkus kota kecil di pesisir utara Aceh dengan kegelapan. Sebagian rumah cuma diterangi sinar redup. Di satu dapur yang modern, sumber penerangannya... astagfirullah! cuma lampu teplok. Padahal, dapur milik Nilawati, 34 tahun, itu terletak di kompleks perumahan PT Asean Aceh Fertilizer (AAF). Selama 20 tahun perusahaan yang tegak di Kreung Geukeuh, Kabupaten Aceh Utara, ini memproduks

...

Berita Lainnya