Membebat Luka di Maluku

Rusuh Maluku adalah selarik sejarah yang mesti dicatat dengan tinta hitam. Hanya dalam dua tahun pertama kerusuhan antar-agama di sana, sekitar 3.000 orang tewas percuma dan 67.000 lainnya terserak dalam kamp-kamp pengungsian. Kini, empat tahun setelah amuk itu pertama kali berkobar, warga muslim dan Kristen mulai merasakan betapa sesungguhnya mereka saling membutuhkan. Yang muslim tak bisa mengusir hama babi hutan—sesuatu yang dulu dikerjakan warga Kristen. Sebaliknya, warga Kristen mengaku rindu masakan yang dulu dibuat kerabat muslim mereka. Wartawan TEMPO Mardiyah Chamim September lalu mengunjungi Ambon dan Kepulauan Seram, Maluku, bersama rombongan International Medical Corps (IMC), lembaga swadaya masyarakat AS yang menangani proyek rekonsiliasi di daerah konflik. Di Maluku.

Minggu, 16 November 2003


Mata Farida merah membasah saat mendengar Maluku Tanah Pusaka. Ini lagu yang hari-hari ini kerap berkumandang di udara Ambon. Syairnya berkisah tentang mereka yang meratapi anak, saudara, suami, atau kekasih yang menjemput maut di tengah kerusuhan. "Jadi ingat Eva, anak beta yang masih balita. Dia terpaksa meninggal saat katong (kami) sibuk mengungsi ke sana-sini," katanya. Suara ibu muda berambut ikal ini tersendat-sendat di tenggorokan.

...

Berita Lainnya