Kurdistan, Sebuah Tanah Air yang Hilang

Terbelah-belah di antara Turki, Suriah, Iran, dan Irak, Kurdistan sejatinya memiliki segala kelengkapan sebagai bangsa: tanah, rakyat, sejarah, tradisi, bahkan para pahlawan. Tapi ia tak kunjung melahirkan tanah air. Maka, bergolaklah warga Kurdi dari masa ke masa, melewati aneka perang serta ikhtiar damai demi kemerdekaan dan sebuah negara. Di Kurdistan Irak, perjuangan panjang kaum tersebut untuk mendapatkan identitas terbaca dengan jelas dalam kekuasaan setiap rezim. Musim dingin ini, pada Desember silam di tengah udara yang menggigit, wartawan TEMPO Rommy Fibri memasuki sejumlah wilayah Kurdistan di Irak Utara. Dia menyaksikan perubahan kehidupan bangsa itu selepas jatuhnya rezim Saddam Hussein. Sejatinya, apa yang membuat mereka mampu bertahan? Benarkah suku-bangsa ini tak pernah berhenti "berjalan", toujours en marche, demi impian akan sebuah tanah air? Rommy Fibri menuliskan laporannya, dilengkapi oleh Purwani Dyah Prabandari dan Endah W.S. Berikut ini rangkumannya.

Minggu, 25 Januari 2004

Pada mulanya adalah rumpun nan hijau,
yang kini telah musnah.
Abu kematian terhampar menyelimuti persada.
Ke mana pun melangkah,
Di situ akan kaulihat rintihan kematian....

Penyair Kurdi, Fereidoun Saman, tak menujukan secara khusus puisi ini kepada siapa-siapa—bahkan tidak untuk anak-anak manusia yang gemar memuncratkan darah. Syair di atas adalah dialog batin sang Penyair yang tak kuasa menahan rasa sesak tatkala menyaksikan tr



...

Berita Lainnya