Kerikil di Garis Batas

Patok perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan berpindah-pindah setiap tahun. Pelakunya para pencuri kayu dan penduduk setempat. Alhasil, isi hutan kita kerap terangkut ke negara jiran tanpa cukai yang semestinya. Toh, penduduk umumnya merasa sah saja melakukan hal itu karena menganggap tanah yang mereka diami sebagai wilayah adat. "Rebutan rezeki" bukan satu-satunya fenomena khas di perbatasan. Ada kemelaratan, kesenjangan sosial, ekonomi, dan pendidikan, dengan yang makmur dan bersinar di "pagar sebelah". Wartawan TEMPO Darmawan Sepriyossa mengunjungi perbatasan Negara Bagian Serawak beberapa waktu lalu, dan menuliskan hasil kunjungannya. Kontributor TEMPO di Kalimantan Utara, Harry Daya, melengkapi laporan ini, sebelum dituliskan kembali oleh Yusi A. Pareanom dan Raihul Fadjri.

Minggu, 16 Desember 2001

Petugas pabean Malaysia di pintu perbatasan Entikong, Kalimantan Barat, itu terlihat enteng hati menghajar kayu-kayu di depannya dengan cap pengesahan. Ia mengaku tak peduli kayu yang masuk dari Indonesia tersebut hasil penebangan sah atau liar. "Encik, kalaupun kayu ini dari neraka, kalau mereka bayar dan ada pasnya (suratnya), ya, mengapa tidak saya cap rasmi?" kata sang petugas. Negara Bagian Serawak, Malaysia, memang tempat paling gampang m...

Berita Lainnya