Saat Upacara Kehilangan Makna

RITUS masih berderap setiap pagi, saat sinar matahari mulai menebarkan kemilau pada lantai Lapangan Tiananmen. Sekitar seribu manusia berbaris rapi mengikuti pengibaran bendera. Lagu Yiyongjun Jinxingqu pun dinyanyikan. Tidak lebih dari sepuluh menit upacara ini. Warga lalu buru-buru menghambur dalam kesibukan sehari-harinya di Kota Beijing. Penghormatan terhadap Mao Zedong pun masih mengalir. Setiap hari ratusan orang masih mendatangi jenazahnya, yang disimpan di sebuah gedung mewah di Tiananmen. Hanya, roda-roda kapitalisme lebih keras derunya. Jiang Zemin, pemimpin negeri komunis ini, malah sudah menobatkan kaum pengusaha sebagai salah satu pilar partai. Upacara dan segala simbol komunisme telah kehilangan makna? Inilah laporan wartawan TEMPO, Agung Rulianto, yang melawat ke Cina sebulan silam.

Minggu, 8 Desember 2002

MATAHARI sudah mengusir selimut subuh. Sinarnya menebarkan kemilau pada lantai Lapangan Tiananmen. Kota Beijing pun terbangun. Lorong pemberhentian kereta bawah tanah mulai memuntahkan manusia: tua-muda, dari yang berdasi hingga yang bersepatu kungfu. Orang-orang yang turun dari bus menambah jumlah mereka. Semuanya, sekitar seribu manusia, berbaris rapi, menuju sebuah titik di Lapangan Tiananmen.

Lalu sirene melengking, upacara dimulai. Be

...

Berita Lainnya