Mengukur Bahagia dengan Cuaca
Kenaikan harga bahan bakar minyak pada Juni lalu telah memicu inflasi, yang membuat kaum buruh kian terpuruk dalam kemiskinan. Sebetulnya, pendapatan mereka bertambah, menyusul naiknya upah minimum regional—35,19 persen dalam rata-rata nasional—pada 2001. Tapi melejitnya harga sejak dua bulan sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak hanya menyodorkan satu fakta: pendapatan buruh kian jauh dari cukup untuk menutupi standar hidup paling minimum. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada periode Juni 2001, upah buruh hanya menutupi 63-98 persen kebutuhan. Tapi statistik itu tidak menyuratkan sejumlah ekses negatif yang lahir dari kondisi ini. Kriminalitas, salah satunya. Dan pengaruhnya pada dunia industri, tentu saja. Kendati hidup dengan gaya "Senin-Kamis", kaum buruh harus tetap berperan sebagai salah satu saka guru industri kita. Berikut ini sejumlah laporan yang memotret dari dekat kehidupan buruh di beberapa sentra industri.
Minggu, 29 Juli 2001
KIRMAN Sukisman menyandarkan punggungnya dengan santai pada jembatan besi yang melintang di atas sebuah kanal lebar di Kapuk, Jakarta Barat. Beberapa meter di bawahnya, aliran air cokelat menebarkan uap yang berbau kecut dan pengap dalam udara malam. Kanal cokelat itu seperti "aksesori" yang cocok untuk melengkapi citra kemiskinan pada permukiman buruh di belakang sejumlah pabrik di kawasan Kapuk. Dalam salah satu dari deretan kamar tripleks beruku...