OPM: Antara Darah dan Jalan Tengah

Di tengah bisingnya politik pascareformasi, tuntutan kemerdekaan Papua menyeruak. Seperti di Aceh, teriakan merdeka kini tak hanya terbatas dilakukan oleh gerilyawan bersenjata. Dalam situasi yang berubah, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dituntut mengubah strategi, atau punah. Tapi, masih adakah OPM sebenarnya? Seberapa kuat mereka? Bagaimana peta politik mereka? Wartawan TEMPO Wenseslaus Manggut dan Kristian Ansaka menelusuri keberadaan OPM. Mereka juga mewawancarai sejumlah tokoh di kedua pihak, baik Papua maupun Indonesia, termasuk Pangdam XVII Trikora, Brigjen Tonny A. Rompis, sebelum dia tewas dalam kecelakaan pesawat pekan lalu. Bina Bektiati dan Hermien Y. Kleden menyajikannya.

Minggu, 7 Januari 2001

ARSO namanya. Kota kecil di perbatasan Irianjaya-Papua Nugini itu tak pernah berhenti menjadi tungku di atas bara api. Rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu adalah ciri khas kota kecamatan yang dibangun di atas daerah berawa-rawa itu. Ciri lain kota yang berjarak 73 kilometer dari Jayapura itu: hampir semua penduduknya pendatang, yaitu transmigran dari Jawa, Sulawesi, dan Nusatenggara. Berawal sebagai permukiman transmigran sejak 1970-an,...

Berita Lainnya