Akhir Perjalanan Khmer Merah

Pengadilan itu telah dipersiapkan. Gedung pengadilan, para hakim, aturan main—semua ini menunjukkan tekad bulat Kamboja untuk menyelesaikan masa lalunya yang demikian kelam: legasi Khmer Merah (1975–1979).

Mereka, elite Khmer Merah yang masih hidup, sebenarnya sudah uzur. Pol Pot, orang nomor satu rezim yang dinilai bertanggung jawab atas pembantaian 1,7 juta rakyat Kamboja itu, telah tiada. Tapi inilah pengadilan besar buat orang nomor dua, tiga, dan empat: Nuon Chea, Ieng Sary, dan Khiew Samphan. Kepastian bahwa pengadilan akan digelar membuat mereka—juga siapa saja yang terlibat Khmer Merah—cemas. Sudah 28 tahun mereka hidup bebas, tak tersentuh hukum.

Tulisan berikut adalah potret Kamboja yang mencoba mengatasi masa lalunya. Wartawan Tempo, Maria Hasugian, mengunjungi Pailin, kota kecil dekat perbatasan Kamboja- Thailand yang menjadi dapur penggodokan tentara Khmer Merah sebelum mereka memburu orang-orang yang tak sehaluan, terjun ke ladang-ladang pembantaian, the killing fields.

Senin, 2 Juli 2007

Pailin, Kamboja, Mei 2007. Salon-salon kecantikan dengan plang dan neon berbahasa Inggris, perempuan-perempuan muda mengecat rambut dan kuku, mobil-mobil baru, taksi-taksi Toyota Camry, semua bergerak, melesat di tengah kota.

Di kota paling barat Kamboja yang berbatasan dengan Thailand itu, kapitalisme tumbuh dengan segala kontradiksinya. Di Jalan utama, sebuah gedung kasino berdiri di antara rangkaian panjang rumah beratap rumbia dan berdinding

...

Berita Lainnya