Buru, Menziarahi Negeri Penghabisan

SETELAH 26 tahun ditinggalkan rombongan tahanan politik terakhir, tepatnya 12 November 1979, apakah yang terjadi dengan Pulau Buru, Maluku Tengah? Selama sepuluh tahun, pulau dengan ladang-ladang sagu dan bukit-bukit kayu putih itu dijadikan karantina bagi sekitar 13.000 tahanan politik—yang oleh penduduk setempat disebut ”Mas Tapol”.

Dalam sepuluh tahun itu terjadi banyak sekali: pembukaan ribuan hektare sawah dan ladang, pembangunan jaringan irigasi, pembudidayaan berbagai jenis hewan ternak, bahkan perkawinan antara penduduk lokal dan mantan tapol. Tiba-tiba semuanya usai: rombongan demi rombongan pulang ke Pulau Jawa, dan para transmigran masuk menggantikan. Bulan lalu Amarzan Loebis dan Akmal Nasery Basral dari Tempo berkunjung ke pulau itu, kemudian menuliskan kesan dan pengalamannya.

Senin, 26 September 2005

PADA ketinggian 22 ribu kaki dan kecepatan 800 kilometer per jam, di jendela kursi 20A penerbangan Mandala RI-660 itu muncul sepenggal daratan—tegar dan angkuh. Penumpang di kursi 21B, yang saya kenal ketika pesawat stop over di Bandar Udara Hasanuddin, Makassar, menggamit dari belakang. ”Itu Pulau Buru, Pak,” katanya, dengan gaya pemandu wisata.

Lelaki malang, pikir saya. Tak tahu dia saya menghabiskan delapan tahun di pulau itu, delapan

...

Berita Lainnya