Lamno Tak Lalu dari Ingatan
IDUL Adha tahun ini menjadi saksi punahnya tradisi di Lamno di Aceh Jaya. Saban tahun, di hari raya Kurban, dilangsungkanlah Seumuleueng (baca: Semuleng), upacara untuk menghormati raja dan penyebar agama Islam, Po Teumeurehom. Seumuleueng ke-525 semestinya jatuh pada Februari 2005, diiringi kelaziman yang selalu dinanti para jejaka seusai ritual: selama tiga hari, mereka memburu hati para inong Lamno, gadis-gadis keturunan Portugis berwajah permai dan bermata biru. Tapi bencana tsunami pada 26 Desember 2004 telah mengikis semua itu. Nyaris seluruh wilayah, tradisi, dan warga Lamno dipelantingkan dalam seketika ke ceruk-ceruk masa silam.
Wartawan Tempo Akmal Nasery Basral, Nurlis E. Meuko, dan Philipus Parera menuliskan laporan ini, dibantu oleh Kalim dan Abdi Purnomo.
Senin, 21 Februari 2005
MENGERIKAN, memilukan, menggelisahkan. Ah, tidak. Bahkan kata-kata itu pun masih terasa kurang tepat menggambarkan kegalauan hati saat menyaksikan wajah Lamno, Aceh Jaya, sekarang. Hamparan pantai dan deretan tebing di pesisir pantai barat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)berjarak sekitar 156 kilometer dari Banda Acehseperti dilabur warna cokelat tua bercampur kering darah.
Matahari menjelang rebah di atas Samudra Indonesia, menyeb
...