Omong Kosong Kota Hutan IKN Nusantara

Pembangunan kawasan IKN berpotensi merusak lingkungan secara masif. Klaim kota hutan berkelanjutan omong kosong pejabat saja.

Tempo

Minggu, 10 Maret 2024

KLAIM pemerintah bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) akan menjadi kota hutan berkelanjutan sejauh ini tak lebih dari “omon-omon” belaka. Di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya: deforestasi serta degradasi kawasan yang berstatus hutan.

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) baru-baru ini merilis hasil perbandingan citra satelit wilayah IKN antara periode April 2022 dan Februari 2024. Citra satelit tersebut menunjukkan skala pembukaan lahan yang masif dalam dua tahun terakhir.

NASA tampaknya lebih tajam memotret realitas dibanding upaya pemerintah memoles citra. Analisis Tempo atas citra satelit NASA menemukan, di wilayah perencanaan kawasan inti pusat pemerintahan IKN saja, deforestasi dan degradasi hutan mencapai 2.464 hektare.

Temuan NASA hanya menggambarkan sebagian kecil perubahan fungsi hutan di Kalimantan Timur. Sudah lama wilayah tersebut menjadi sasaran empuk eksploitasi lahan. Pertambangan batu bara, hutan tanaman industri, dan perkebunan sawit menggulung jutaan hektare hutan alam.

Pembukaan lahan besar-besaran yang menghilangkan tutupan hutan otomatis berpotensi memicu banjir dan tanah longsor. Dalam dua tahun terakhir, banjir sering menjadi tamu tak diundang di kawasan inti IKN di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Penyebab banjir bukan hanya intensitas curah hujan yang tinggi, tapi juga eksploitasi lahan yang menyebabkan hilangnya pohon endemis yang merupakan penahan air hujan utama.

Ironisnya, Presiden Joko Widodo terus menyebutkan pemindahan ibu kota untuk menghindari banjir Jakarta. Mungkin Jokowi berpikir banjir tak akan mengikuti presiden dan wakil presiden baru ke IKN. Siapa tahu? Tapi, pada akhirnya, kita bakal mendapat banjir berulang di kota baru itu.

Selain memicu banjir, pembangunan IKN mengancam keberagaman hayati di kawasan tersebut. Area yang dibangun menjadi IKN merupakan habitat bagi berbagai flora dan fauna, termasuk hutan alam di daratan, mangrove di perairan Teluk Balikpapan, serta beberapa spesies hewan endemis yang dilindungi, seperti bekantan dan pesut Mahakam.

Bukan hanya itu, pembangunan IKN juga berdampak negatif pada masyarakat adat. Sejak dimulainya pembangunan, banyak sengketa terjadi antara masyarakat adat dan perusahaan serta Otorita IKN.

Ambisi Jokowi memindahkan ibu kota negara menuai kritik sejak awal. Musababnya, pembangunan IKN tidak berpijak pada perencanaan matang. Undang-Undang Ibu Kota Negara disusun secepat kilat. Kajian lingkungan hidup yang menjadi dasar rencana pembangunan IKN pun disusun tergesa-gesa—sekadar formalitas agar proyek dapat segera dimulai.

Ketika ketahuan kekurangan dana, pemerintah mengklaim banyak investor yang antre. Namun, hingga kini, janji manis investasi itu masih menjadi angin lalu. Yang terjadi, negara telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 72,8 triliun. Itu belum termasuk dana dari badan usaha milik negara yang dipaksa menggarap beberapa proyek di Nusantara.

Dengan segudang permasalahan yang tak ada habisnya, rencana pemindahan ibu kota negara sebaiknya dihentikan saja. Pemerintah yang akan datang lebih baik berfokus menyelesaikan masalah yang lebih mendesak daripada melanjutkan proyek yang berpotensi membawa bencana. Mengurangi angka kemiskinan dan memberi bekal pengetahuan melalui pendidikan jauh lebih penting ketimbang membuat proyek mercusuar.

Berita Lainnya