Proposal Damai Ukraina Prabowo Subianto yang Naif

Terkesan menerima invasi Rusia ke Ukraina, proposal Prabowo layak ditolak. Tak sejalan dengan politik luar negeri Indonesia.

Tempo

Minggu, 11 Juni 2023

INDONESIA sudah semestinya terus berperan dalam upaya mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung sekitar 15 bulan. Tapi caranya bukan seperti usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam forum The Shangri-La Dialogue di Singapura, 3 Juni lalu. 

Dalam forum itu, Prabowo menyodorkan sejumlah usulan untuk perdamaian di Ukraina. Antara lain, gencatan senjata, pembentukan zona demiliterisasi dengan menarik mundur 15 kilometer tentara Rusia dan Ukraina dari posisi saat ini, pengawasan zona demiliterisasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta referendum di daerah yang disengketakan.

Proposal Prabowo itu seperti mengabaikan fakta bahwa invasi militer Rusia ke Ukraina telah melanggar hukum internasional. Rusia kini menduduki sejumlah daerah, seperti Kherson, Zaporizhia, dan Luhansk, yang diakui dunia sebagai wilayah Ukraina. Usulan Prabowo untuk melakukan referendum pun terkesan membenarkan invasi Rusia yang mencaplok hampir 27 persen wilayah Ukraina.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahkan telah mengeluarkan surat perintah untuk menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin dan komisioner Rusia untuk hak anak, Maria Alekseyevna Lvova-Belova, pada 17 Maret 2023. Keduanya dianggap melakukan kejahatan perang berupa deportasi ilegal anak-anak dari Ukraina. Jadi, bagaimana bisa Prabowo begitu saja mengusulkan Ukraina berdamai dengan Rusia yang masih dipimpin “penjahat perang”?

Dalam beberapa hal, usulan Prabowo memiliki kesamaan dengan proposal Cina pada Februari lalu. Kala itu, Cina antara lain mengusulkan gencatan senjata dan perundingan damai. Meski mengklaim menghormati kedaulatan negara lain, Cina tak pernah mengecam invasi Rusia. Karena itu, wajar saja bila Ukraina langsung menolak usulan Prabowo. Tak berlebihan pula Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menilai ide itu “lebih seperti usulan Rusia daripada Indonesia”. 

Proposal Prabowo pun tak sejalan dengan sikap resmi Indonesia mengenai invasi Rusia ke Ukraina. Indonesia menjadi satu dari 141 negara yang menyetujui resolusi Sidang Umum PBB pada 2 Maret 2022. Resolusi itu mengecam agresi Rusia ke negara tetangganya tersebut. 

Dalih Prabowo di forum The Shangri-La Dialogue bahwa proposal itu merupakan usulan pribadi jelas naif. Prabowo berbicara di forum resmi yang dihadiri menteri pertahanan berbagai negara. Di forum itu, Prabowo merupakan representasi pemerintah Indonesia. Dia seharusnya tak menyampaikan sikap politik luar negeri sebelum berkonsultasi dengan Menteri Luar Negeri dan Presiden.

Boleh jadi, Prabowo ingin mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang kuat, dengan menyampaikan sikap mengenai invasi Rusia ke Ukraina. Menjelang Pemilihan Umum 2024, ketika Prabowo akan maju lagi sebagai calon presiden, pencitraan seperti itu mungkin saja mendatangkan keuntungan elektoral. Tapi menangguk keuntungan elektoral dari perang yang menelan ratusan ribu nyawa sangatlah tidak pantas.

Kalaupun mau menunjukkan sikap yang berani, Prabowo seharusnya tegas meminta Rusia angkat kaki dari seluruh wilayah Ukraina, menuntut Rusia membayar ganti rugi atas kerusakan akibat invasi, dan mendorong penjahat perang di Ukraina diseret ke Mahkamah Pidana Internasional.

Berita Lainnya