Setelah Indonesia Menggulung Thailand di SEA Games

Kemenangan tim sepak bola Indonesia di SEA Games tak perlu dirayakan berlebihan. Hindari campur tangan politik. 

Tempo

Minggu, 21 Mei 2023

KEMENANGAN tim nasional sepak bola Indonesia atas tim Thailand di SEA Games pada Selasa, 16 Mei lalu, patut dirayakan, tapi tak perlu dibesar-besarkan. Tak perlu juga ada pihak yang mengklaim bahwa medali emas yang diperoleh tim Indonesia itu sebagai hasil jerih payah mereka. Kemenangan ini barulah satu langkah untuk mengejar prestasi lain yang lebih besar. 

Tim sepak bola putra Indonesia baru memetik medali emas di SEA Games setelah 32 tahun hanya mampu membawa pulang medali perak, perunggu, atau bahkan tangan kosong. Dengan kata lain, selama tiga dekade lebih tim Indonesia belum bisa berbicara banyak di level Asia Tenggara. Di tingkat Asia lebih payah lagi. Tim sepak bola kita sudah empat kali ikut memperebutkan Piala Asia sejak 1996, tapi selalu terhenti di babak penyisihan grup. Baru tahun lalu tim Indonesia lolos dari babak penyisihan grup sehingga bisa bertanding pada Piala Asia 2023 di Qatar, Januari tahun depan.

Banyak faktor yang membuat sepak bola kita tertinggal dari negara Asia lain. Salah satunya kepentingan politik yang sering mencampuri urusan olahraga. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), organisasi tunggal yang mengelola persepakbolaan, berlumur masalah. Kursi Ketua Umum PSSI menjadi rebutan berbagai pihak yang tidak benar-benar hendak memajukan sepak bola. Di berbagai level kompetisi, wasit dan official team pun kerap terlibat dalam pengaturan skor. Karut-marut itu berujung pada terbengkalainya pembinaan pemain, tidak lancarnya kompetisi berjenjang, dan terpuruknya prestasi tim nasional Indonesia dalam waktu yang sangat lama.

Seperti olahraga lain, sepak bola memerlukan sistem perekrutan yang ketat untuk menemukan pemain berbakat dengan fisik yang memenuhi syarat. Mereka perlu dilatih secara intensif dan berkelanjutan dengan metode terbaik. Sepak bola pun membutuhkan kompetisi rutin di segala jenjang usia, sebagai jalan merekrut pemain terbaik untuk memperkuat tim nasional. Semua proses itu membutuhkan iklim yang sehat yang tidak dicampuri berbagai kepentingan di luar olahraga.


Baca liputannya:


Campur tangan politik, terutama dari pemerintah, hanya akan merusak iklim sepak bola. Indonesia perlu mengambil pelajaran dari kegagalan Cina. Ambisi Cina di bawah Presiden Xi Jinping untuk menjadi raksasa sepak bola dunia malah membuat sepak bola di sana ambruk. Intervensi pemerintah melalui Asosiasi Sepak Bola Cina (CFA) terlalu jauh, misalnya dengan menetapkan gaji pemain, harga transfer pemain, hingga larangan mencantumkan nama klub bersama nama sponsor. Yang lebih parah, CFA juga dinodai berbagai kasus korupsi. Awal tahun ini, sejumlah pengurus CFA ditangkap karena korupsi, termasuk Presiden dan Sekretaris Jenderal CFA.

Setelah merayakan kemenangan "Garuda Muda" di SEA Games, kita punya pekerjaan rumah yang lebih penting: membenahi persepakbolaan di segala lini. Hanya dengan begitu tim nasional bisa bangkit dan diperhitungkan di level kompetisi yang lebih tinggi. 

Berita Lainnya