Roeslan Abdulgani, Tak Pernah Luntur

Senin, 4 Juli 2005

SAYA pertama kali bertemu Roeslan Abdulgani pada November 1944 di Surabaya. Waktu itu saya masih 18 tahun, dan Cak Roeslan—demikian dia biasa dipanggil—30 tahun. Ceritanya, dari Jakarta saya, bersama Chaerul Saleh dan Sukarni, datang ke Surabaya untuk bertemu pemuda-pemuda di sana.

Cak Roeslan adalah pendiri Perkumpulan Indonesia Muda yang selalu mengkritisi kebijakan politik orang-orang Jepang. Karena itu, gerak-geriknya selal

...

Berita Lainnya