Sastrawan Kesayangan Tuhan

Dikaruniai usia panjang, Ali Audah dijuluki oleh penulis Gerson Poyk sebagai "Sastrawan Kesayangan Tuhan". Gerson mengucapkan itu dalam acara Perayaan 90 Tahun Ali Audah sekaligus peluncuran buku 90 Tahun Ali Audah: Yang Berjalan Menyalakan Cahaya: Legenda Zaman Kita di Komunitas Salihara, Jakarta Selatan, pada 14 Agustus lalu, tepat sebulan setelah Ali berulang tahun ke-90.

Tak ada gelar akademis yang bersanding dengan nama Ali. Sastrawan, kolumnis, dan penerjemah ini mengenyam pendidikan formal hanya sampai kelas I madrasah ibtidaiyah. Berkat ketekunan yang luar biasa, Ali berkembang menjadi penulis andal, bahkan menjadi dosen luar biasa. Ia menguasai empat bahasa asing: Arab, Inggris, Prancis, dan Jerman. Semua dipelajarinya secara otodidak. Sepanjang hidupnya, Ali telah menerjemahkan tafsir Quran, biografi Nabi Muhammad, dan karya-karya sastra kelas dunia. Kualitas terjemahan Ali membuat dia menjadi panutan tokoh-tokoh sastra Tanah Air. Berikut ini penuturan Ali Audah tentang riwayat hidupnya kepada Tempo.

Senin, 25 Agustus 2014

Ada yang berbeda di rumah baru sastrawan dan penerjemah terkemuka Ali Audah di Perumahan Bogor Baru, Kota Bogor, Jawa Barat. Dinding-dindingnya yang bercat putih bersih bisa terlihat jelas. "Di rumah yang dulu, dindingnya tak terlihat karena tertutup buku," kata Ali ketika ditemui Tempo, Senin awal Agustus lalu. Di rumah asri itulah Ali tinggal bersama istrinya, Maryam Audah, 78 tahun, yang dinikahinya pada 1952. "Kami baru dua bulan tinggal di sini

...

Berita Lainnya